BIRO UMUM HUMAS & PROTOKOL

SEKRETARIAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DIALOG KEBANGSAAN ?MERAWAT PERSATUAN MENGHARGAI KEBERAGAMAN?

Gubernur

Daerah Istimewa Yogyakarta


Sambutan Pada

DIALOG KEBANGSAAN

?MERAWAT PERSATUAN MENGHARGAI? KEBERAGAMAN?


Yogyakarta,? 14 Januari 2020


----------------------------------------------------------------------------

Assalamu?alaikum? Wr. Wb.

Salam sejahtera bagi kita semua,


Hadirin dan Saudara sekalian yang saya hormati,


Pada kesempatan yang membahagiakan dan in syaa Allah penuh berkah ini, Saya mengajak hadirin dan saudara sekalian untuk memanjatkan puja puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena sampai dengan hari ini kita semua masih dikaruniai nikmat sehat, nikmat kesempatan, dan nikmat kesejahteraan, untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, tugas dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa dan negara.


Hanya atas ridho-Nya pula, kita bisa bersama-sama berkumpul di tempat ini untuk menghadiri Dialog Kebangsaan dengan tema ?Merawat Persatuan Menghargai Keberagaman?, yang diselenggarakan Universitas Islam Indonesia bekerja sama dengan Badan Kejasama Perguruan Tinggi Islam Swasta Se-Indonesia (BKS-PTIS) dan Gerakan Suluh Kebangsaan (GSK). Saya sampaikan terima kasih kepada Hadirin dan Saudara sekalian yang sudah meluangkan waktu guna mengikuti kegiatan yang sangat penting dan strategis ini.


Hadirin dan Saudara sekalian yang berbahagia,


Wajah Indonesia kini telah berubah. Kini kita serasa tidak lagi hidup di bumi yang memiliki beberapa julukan ataupun falsafah seperti Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Kerta Raharja, Rukun Agawe Santosa, Rawe Rawe Rantas, Malang Malang Putung, Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh, Bhineka Tunggal Ika dan sebagainya.


Kemudian maraknya konflik antar kelompok pelajar, antar kelompok mahasiswa, aksi klithih yang akhir-akhir ini marak di Yogyakarta, bahkan konflik para tokoh dan elit, yang seharusnya menjadi teladan bagi rakyat, membuktikan keragu-raguan kita atas nilai-nilai kebangsaan. Perbedaan pendapat bukan lagi mewarnai kehidupan demokrasi di negeri tercinta Indonesia, tetapi justru menjadi pemicu menuju ke arah perpecahan, bahkan berujung dan menjurus ke arah konflik berbau SARA.


Nilai-nilai kebangsaan kita telah mengalami pasang surut. Kalimat indah yang dirangkai Mpu Tantular, yakni Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa yang kemudian menjadi slogan nasional Bhineka Tunggal Ika yang seharusnya memberi pengaruh yang kuat pada karakter hidup bangsa kita, sepertinya kini sudah mulai tergeser dengan kepentingan-kepentingan pribadi ataupun golongan.


Berbagai keributan yang muncul mencerminkan adanya ambisi untuk menjadi pemenang dan menjadi penguasa disegala bidang dengan berbagai cara, tidak peduli jika tindakannya itu merugikan dan mengorbankan kepentingan orang, golongan lain maupun masyarakat luas.


Hadirin dan Saudara sekalian,


Sebagaimana konsep pendidikan berwawasan kebangsaan Ki Hajar Dewantara, yakni pendidikan yang selaras dengan kehidupan dan budaya bangsa, bertujuan untuk menyatukan seluruh elemen bangsa yang berbeda-beda budaya, ras dan adat istiadat dalam satu perjuangan di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seluruh elemen bangsa harus merasa satu kesatuan dengan bangsa sendiri, rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam kehendak menuju kebahagiaan hidup lahir dan batin, luhur akal budinya, serta membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Rasa satu kesatuan yang dimiliki tiap elemen bangsa akan membentuk bangsa yang bersatu, mampu memperkuat rasa kesatuan, pada akhirnya akan terbentuk masyarakat yang bersatu pula.


Indonesia ada sebuah peradaban yang mempesona melalui gagasan negeri yang dibangun dari landasan tradisi dengan konsep negara modern. Indonesia itu hebat, mampu menghasilkan orang-orang terdidik dan tercerahkan.? Dan sekarang, kita menghadapi arus globalisasi dengan segala bentuk modernisasinya dalam semua aspek kehidupan. Artinya, dalam kondisi seperti sekarang ini kita harus tetap mewaspadai dan mempersiapkan diri dengan baik terhadap kehadiran kembali penjajahan dalam bentuk yang berbeda bagi rakyat dan bangsa Indonesia.


Bhinneka Tunggal Ika, harus kita kembangkan. Kita seharusnya bisa hidup rukun, damai, penuh toleransi dalam kemajemukan, dalam keberbedaan. Karena memang kita dilahirkan menjadi bangsa yang beragam. Tetapi dalam perkembangan sejarah banyak keragaman yang muncul, tetapi sekali lagi kuncinya satu yaitu we have to be more united. Kita harus lebih bersatu sebagaimana tercermin di dalam masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan miniaturnya Indonesia.


Sebagai Indonesia mini, tempat berkumpulnya berbagai etnis, suku, asal usul, ras, budaya dan agama, masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta sudah terbiasa dengan berbagai perbedaan dan menerima perbedaan tersebut dengan prinsip hidup berdampingan secara damai. Prinsip ini sudah sejak lama berjalan dengan baik dalam balutan semangat kesatuan, yang terekspresikan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Daerah Istimewa Yogyakarta atau lebih dikenal dengan Yogyakarta, bahkan sudah sejak lama diakui dan dikenal sebagai kota toleran, karena kondisi daerahnya yang aman, santun, damai, tenteram, tertib, disiplin, aman dan sikap toleransi yang dimiliki masyarakat sangat tinggi.


Dengan komposisi masyarakat yang beragam kulturnya, Yogyakarta bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, bisa menjadi kekuatan atau potensi bagi pembangunan sosial dan ekonomi. Di sisi lainnya bisa menjadi pemicu konflik jika tidak ditopang oleh kekuatan modal sosial yang memadai. Namun demikian, hingga saat ini Yogyakarta belum pernah memiliki sejarah konflik yang mengkhawatirkan, walaupun hal? itu tidak berarti Yogyakarta bebas dari kemungkinan terjadinya konflik sosial yang destruktif.


Tetap saja Yogyakarta dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami perubahan dinamika sosial yang cukup signifikan, sehingga peluang terjadinya konflik-pun semakin besar. Dan kita bisa merasakan perubahan-perubahan tersebut baik perubahan pada dimensi ekonomi, sosial politik, maupun budaya. Kita semua juga tidak boleh menutup mata, julukan kota toleran bagi Yogyakarta sesekali juga ternodai oleh aksi in-toleransi yang dilakukan sekelompok oknum masyarakat. Tentunya menyikapi hal itu kita juga harus memberikan perhatian dan tindakan khusus. Karena jika kita melakukan pembiaran akan berakibat terjadi proses radikalisasi.


Seperti aksi klithih yang akhir-akhir ini marak terjadi di Yogyakarta misalnya. Saya melihatnya telah terjadi pembiaran terhadap praktik-praktik kekerasan yang dilakukan oleh oknum pelajar yang notabene masih dibawah umur. Kita bisa saksikan pemberitaan di berbagai media, hampir setiap hari ada aksi klithih yang berujung pada kekerasan. Jika hal tersebut dibiarkan terus akan menyuburkan in-toleransi dan radikalisme. Untuk itu pihak Kepolisian harus bersikap tegas terhadap kasus-kasus kekerasan yang berujung in-toleransi.

Ada apa ini sebenarnya. Seharusnya para pelaku ditindak tegas, penegakan hukum saya kira sangat penting jika upaya dialog yang dijalankan tidak cukup untuk menghentikan aksi klithih tersebut. Penegakan hukum juga harus dilakukan agar kekerasan serupa tidak terulang, sekaligus menumbuhkan rasa aman dan nyaman di masyarakat. Karena masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta tidak mempunyai budaya dan sejarah melakukan kekerasan di masa lalu.


Budaya daerah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, diyakini oleh masyarakat sebagai salah satu pedoman dalam hidup bermasyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang ayom ayem, tata, titi, tentrem karta raharja. Dengan perkataan lain, budaya tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar. Hal itu mengingat Gusti paring dalan kanggo wong sing gelam dalan, urip iku urup, artinya Tuhan memberi jalan untuk manusia yang mau mengikuti jalan kebenaran dan hidup harus bisa memberi cahaya kebaikan bagi sesama.


Oleh karena itu saya menyambut baik diselenggarakannya Dialog Kebangsaan ini, dengan harapan akan tumbuh wawasan kebangsaan pada masyarakat, sehingga pada saat memasuki Tahun Generasi Emas 2045 nanti, kita masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya telah siap melanjutkan perjuangan mempertahankan jerih payah para pahlawan kita yang telah membebaskan negara kita dari penjajah, sekaligus untuk menyegarkan kembali nilai heroisme Yogyakarta sebagai kota perjuangan.


Sekaranglah saatnya kita mengukuhkan persatuan dan kesatuan bangsa yang tidak sebatas tawar-menawar, tetapi dengan tawaran kehidupan budaya dan rasa kebangsaan yang lebih hangat. Senantiasa membangun persamaan dan kebersamaan untuk menuju adicita bangsa, bersatu dalam karya, beragam dalam kreatifitas, mengabdi dan berbakti untuk bangsa dan negara. Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI adalah harga mati, tidak bisa di tawar lagi.


Saya berharap, hendaknya Dialog Kebangsaan ini dapat dijadikan sebagai momentum untuk menyadarkan masyarakat bahwa kekerasan yang berujung pada in-toleransi dan radikalisme tidak dapat ditolerir sekecil apapun. Mudah-mudahan momentum ini dapat memotiviasi semua untuk memulai melangkah mewujudkan Jogja Istimewa yang damai sejahtera.


Semua pihak saling menghormati, jadilah masyarakat yang hebat? bukan karena bisa berbicara keras, bukan karena mampu menggertak, bukan karena mempunyai otot yang kuat, tetapi masyarakat yang mampu dan sanggup menghadirkan rasa damai, mencintai NKRI. Dan lebih jauh lagi, bisa merawat persatuan menghargai keberagaman


Hadirin dan saudara sekalian,


Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini. Selamat dan sukses Dialog Kebangsaan, mudah-mudahan berjalan lancar,? dalam upaya menanamkan kesadaran akan hak dan kewajiban konstitusional sebagai warga negara, demi keutuhan dan mempertahankan NKRI.


Sekian. Terima kasih.


Wassalamu?alaikum Wr. Wb.


Yogyakarta,? 14 Januari? 2020


GUBERNUR

DAERAH? ISTIMEWA YOGYAKARTA,





HAMENGKU BUWONO X