BIRO UMUM HUMAS & PROTOKOL

SEKRETARIAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SAMBUTAN RAPAT PARIPURNA ISTIMEWA PERINGATAN HARI JADI KE-269 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera bagi kita semua.

 

Yang terhormat Pimpinan dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, serta hadirin yang berbahagia.

 

Pertama-tama, marilah kita sematkan rasa syukur yang paling dalam kepada Allah SWT, Tuhan  Yang Maha Kuasa, karena dengan kemurahan hati-Nya, kita diberikan nikmat kesehatan dan kesempatan berharga, untuk bersilaturahmi, untuk memperingati Hari Jadi ke-269 Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam bingkai Rapat Paripurna Istimewa.

 

Hari ini juga kian penuh makna, seiring harapan, bahwa  gareget Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditegaskan melalui Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2024, menjadi undangan bagi batin kita, untuk berkolaborasi dalam semangat “mangayubagya” dan untuk selanjutnya, dapat memanfaatkan setiap detik kebersamaan, sebagai langkah maju dalam menata pemerintahan, seiring upaya membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.

 

Atas pengesahan peraturan daerah itulah, kami memberikan apresiasi dan terima kasih kepada Pimpinan dan anggota Panitia Khusus, yang telah membahas Perda tersebut, dan kepada Pimpinan beserta seluruh anggota DPRD, yang berkenan memberikan berbagai dukungannya.



Pimpinan dan para Anggota Dewan, serta hadirin yang kami hormati,

 

Dengan harapan dan visi yang jauh kedepan, pengesahan Peraturan Daerah tentang Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta, membuka lembaran baru sejarah kita. Momentum hari jadi, bukan hanya sekadar penanda waktu, namun sebuah simbol perubahan, yang berdampak mendalam terhadap perjalanan Daerah Istimewa Yogyakarta, mengukir jejak keistimewaan dalam kanvas sejarah.

 

Ditinjau dari perspektif identitas, Perda Hari Jadi bukan sekumpulan lembar kertas semata, melainkan menjadi pijakan untuk memperkuat karakter dan jati diri Yogyakarta, sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perda ini juga menjadi fondasi, bagi pemerintah dan masyarakat DIY untuk membangun masa depan, mengambil inspirasi dari nilai-nilai budaya yang agung dan spirit perjuangan, yang telah melekat dalam jiwa keyogyaan masyarakat sejak dahulu kala.

 

Dan ditinjau dari dimensi historikal, aspek sejarah tidaklah dipandang sebagai kenangan semata, tapi juga dijadikan landasan dalam penyusunan Perda Hari Jadi DIY, mencerminkan falsafah  “Historia est Magistra Vitae”, Sejarah adalah Guru yang terbaik. Dengan kharisma dan kekuatannya, sejarah akan menjadikan umat manusia lebih bijaksana dengan tidak mengulang kesalahan yang sama, sekaligus memberikan bimbingan bagaimana sebuah peradaban harus diatur dan dikembangkan dengan mengedepankan kemanusiaan.

 

Lembaran Naskah akademik yang lahir dari riset mendalam, telah mengungkap setiap momen penting berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta dan seluruh perjalanannya hingga saat ini. Aspek historis jua-lah, yang menjadi kunci dalam menetapkan identitas dan keberadaan Yogyakarta dalam konteks yang lebih luas.

 

Dari sisi politis, penetapan Hari Jadi DIY adalah manifestasi dari kesatuan pemikiran dan dukungan masyarakat, mengukuhkan fakta sejarah, dan memperkuat kesepakatan kolektif tentang pentingnya momen ini. Dukungan dari DPRD sebagai representasi lapisan masyarakat DIY, tidak hanya menguatkan fondasi keistimewaan Yogyakarta tetapi juga memperkaya keberagaman dalam bingkai NKRI.

 

Dengan merujuk pada rangkaian histori dan nilai budaya, yang menjadi penegas Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta itu,  dan dengan berpedoman pada hasil kajian yang  disajikan dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Hari Jadi  Daerah Istimewa Yogyakarta, maka hari lahir Daerah Istimewa Yogyakarta ditetapkan pada Tanggal 13 Maret 1755, atau dalam kalender Jawa, Kemis Pon tanggal 29 Jumadil'awal tahun Be 1680.

 

Secara lebih detail dan mendalam, beberapa fakta sejarah  dan nilai budaya berikut, menjadi dasar-dasar, yang pada akhirnya menetapkan tanggal 13 Maret 1755, sebagai hari lahir DIY:

 

  • Pada hari tersebut, di Hutan Beringan, Sultan Hamengku Buwono secara resmi mendeklarasikan berdirinya "Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat," yang juga menandakan pembentukan negara dan pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, lengkap dengan elemen pemerintahan, wilayah, dan rakyatnya, meskipun istana belum terbangun.

 

  • Dalam momen tersebut, Sultan Hamengku Buwono resmi menyatakan wilayah kekuasaannya sebagai “Ngayogyakarta Hadiningrat”, terletak di Hutan Beringan, yang juga dikenal sebagai Beringin atau Pabringan, di mana terdapat sumber air Pachetokan dan pesanggrahan Garjitawati. Awalnya, pembangunan pesanggrahan ini digagas oleh Sunan Amangkurat IV yang meninggal sebelum selesainya. Proyek tersebut kemudian diteruskan oleh Sunan Pakubuwana II, yang menghasilkan pesanggrahan yang berganti nama menjadi Ayodhya. Lokasi ini juga berfungsi sebagai tempat istirahat sementara untuk jenazah bangsawan Mataram dari Surakarta sebelum dikebumikan di Imogiri.

 

  • Tanggal 13 Maret 1755 sekaligus menjadi momentum, dimana untuk pertama kalinya digunakan nama “Ayodhya”, yang kemudian dilafalkan menjadi “Ngayodhya” dan “Ngayogya”. Dari kata inilah kemudian dijadikan nama Ngayogyakarta Hadiningrat, yang berarti tempat yang baik dan sejahtera yang menjadi suri tauladan keindahan alam semesta.

 

  • Dalam tradisi Jawa, Ngayogyakarta merupakan nama negara baru yang terdiri atas separoh bumi Mataram, yang sekaligus juga nama ibukota negara. Kesamaan ini mengandung makna, bahwa ibu kota bukan hanya pusat administratif pemerintahan atau perniagaan, tetapi juga merupakan cerminan dari keseluruhan nagari. Sementara ungkapan Hadiningrat, mengisyaratkan bahwa secara konseptual dicita-citakan agar nagari ini dapat menginspirasi dunia dengan keindahan, kesempurnaan, dan keunggulannya.

 

  • Tanggal 13 Maret 1755, sekaligus menandai puncak jiwa kemerdekaan yang digelorakan oleh Pangeran Mangkubumi, untuk melepaskan diri dari hegemoni kolonialisme Belanda untuk membangun sebuah peradaban baru yang bernama Ngayogyakarta Hadiningrat.

 

  • Waktu ini juga menyimbolkan persatuan kewilayahan Yogyakarta, karena pada masa ini (Sultan Hamengku Buwono I), wilayah Yogyakarta belum terpecah akibat intervensi kolonialisme.

 

  • Peristiwa Hadeging Nagari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ini, secara “de jure” sudah memenuhi unsur-unsur yang disyaratkan untuk menjadi sebuah negara yang berbentuk Kasultanan, yaitu pemimpin, rakyat, wilayah, dan pemerintahan.




Pimpinan dan para Anggota Dewan, serta hadirin yang kami hormati,

 

Dengan berdasar pada perspektif itulah, saya mengucapkan terima kasih dan menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada Pimpinan dan seluruh Anggota Dewan, seiring dukungan pemikiran dan kerja kerasnya, dalam setiap proses pembahasan, hingga disahkannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2024 tentang Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta.

 

Semoga peringatan Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta ke-269 ini, menjadi cahaya pemandu dalam pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam semangat maju, sejahtera, dan berkelanjutan, dijiwai nilai budaya dan spirit keistimewaan. Mari jadikan momentum ini sebagai tonggak untuk mewujudkan amanat rakyat, memperkaya dedikasi, memajukan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan menyejahterakan masyarakatnya.

 

Akhir kata, Dirgahayulah Daerah Istimewa Yogyakarta beserta segenap rakyatnya!

 

Sekian, terima kasih.

 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

 

Yogyakarta, 13 Maret 2024

 

GUBERNUR

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA




HAMENGKU BUWONO X