BIRO UMUM HUMAS & PROTOKOL

SEKRETARIAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Sambutan DHARMASANTI WAISAK 2568 BE TAHUN 2024

Namo Buddhaya.

 

Saudara-saudaraku, segenap umat Buddha yang berbahagia,

Kita tentu sependapat, bahwa dalam menjalani kehidupan, setiap manusia pada saat-saat tertentu pasti akan mengalami kegalauan, dan pada satu titik pasti akan mulai mempertanyakan, mengapa di dalam kehidupan ini ada begitu banyak penderitaan dan ketidaknyamanan, kejahatan dan kesedihan, bencana alam maupun sosial, yang kemudian berujung pada ketidakbahagiaan, atau justru selayaknya kebahagiaan semu belaka.

Kita pun tentu setuju, bahwa menjadi tahu akan sesuatu, tidak sama dengan menjadi paham akan sesuatu. Dalam proses dari mengetahui, hingga tiba pada kondisi memahami, faktor waktu (usia) dan pengalaman, ?yang kemudian melahirkan kedewasaan?, tidak dapat dipungkiri memegang peranan besar. Ini juga merupakan bekal penting dalam menghidupkan Kesadaran sebagaimana yang diajarkan oleh Sang Buddha. Saya sendiri percaya, bahwa tidak ada satupun orang yang dapat memaksakan lahir dan berdiamnya suatu pemahaman (=Kesadaran) di dalam diri, jika memang belum saatnya baginya untuk menjadi demikian. Sehingga, yang terbaik yang dapat dilakukan adalah menabung pengetahuan dan pengalaman, yang semoga dapat sedikit mempercepat lahirnya kedewasaan.

Kembali ke perihal kegalauan beserta pertanyaan-pertanyaan yang menyertainya, Pangeran Siddharta dalam seluruh kemanusiaannya pun pernah mengalami. Itu merupakan awal dari seluruh rangkaian pengembaraan spiritualnya, yang kemudian melahirkan temuan-temuan yang dapat menjadi sangat berharga bagi seluruh umat manusia. Tidak berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa Pencerahan Pangeran Siddharta telah membuka pintu ke arah pencerahan bagi seluruh mahluk di bumi, dimana para penganut agama Buddha yang taat dapat menjadi penggerak atau paling tidak menjadi inspirasinya.

Mengapa saya memberi penekanan pada kata “dapat”, yang berkonotasi probabilitas, atau sesuatu yang bisa saja namun belum tentu? Sebab temuan-temuan spiritual yang kemudian menjelma menjadi ajaran Sang Buddha berada di ranah yang highly philosophical. Dan sama seperti pandangan-pandangan filosofis lainnya, meski berlaku universal, namun di permukaan selalu ada kesan “jauh” atau asing dari realitas. Terlebih jika dikaitkan dengan dimana posisi manusia saat ini, dalam hal kesiapan dan kemampuan mengolah pengetahuan menjadi pemahaman.

---

Kurang lebih satu minggu terakhir, segenap umat Buddha melaksanakan rangkaian Tri Suci Waisak. Tentu menjadi harapan kita bersama, bahwa seluruh kegiatan yang sarat ritual penuh makna ini, tidak berhenti hingga di aspek ritualnya saja. Semoga seluruh umat Buddha mampu melihat, bahwa di balik selubung prosesi dan ritual, ada makna sakral sebagai ruh yang harus dipastikan hidup. Semoga ruh tadi, dapat menjadi penuntun bagi kelanjutan perjalan spiritual seluruh umat Buddha menuju pemahaman sejati.

Kita semua memiliki peran dan tugas yang harus diemban. Adalah tugas seluruh umat Buddha untuk memastikan bahwa probabilitas sebagaimana yang telah saya singgung tadi dapat menjelma menjadi sebuah keniscayaan, demi mewujudkan sebuah dunia dimana semua mahluk berbahagia. Sebuah dunia, dimana segala kegalauan duniawi yang telah berdiam dan menjadi duri dalam diri manusia jauh sebelum Pangeran Siddharta sekalipun, pada akhirnya menjadi tidak lagi relevan.

Akhirnya, kepada saudara-saudaraku seluruh umat Buddha, Selamat Merayakan Tri Suci Waisak 2568 BE. Mari “Tingkatkan Kesadaran yang Diajarkan oleh Sang Buddha”. Mari “Hindari Keserakahan Duniawi, Kebodohan, Kemarahan, dan Kebencian”.

 

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

Semoga Semua Mahluk Berbahagia



Yogyakarta,     Mei 2024

 

GUBERNUR

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,




HAMENGKU BUWONO X