BIRO UMUM HUMAS & PROTOKOL

SEKRETARIAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ARAHAN ADENDUM KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DAN PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam Sejahtera Bagi Kita Semua

 

Yang saya hormati,

  • Bapak Bupati Bantul dan jajarannya;

  • Bapak Penjabat Walikota Yogyakarta dan jajarannya;

  • Para pejabat di lingkungan Pemda DIY;

  • Tamu undangan dan hadirin sekalian.

“Gareget Mataraman”, yaitu Trilogi “Memasuh Malaning Bumi; Mangasah Mingising Budi, dan Hamemayu Hayuning Bawana”’, tampaknya tepat sebagai pengingat, dalam mengiringi acara Adendum Kesepakatan Bersama, antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten Bantul, tentang Kerjasama Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah.

Apalagi, adendum ini dilaksanakan untuk menambahkan klasul pengelolaan sampah wilayah, sebagai strategi adaptif, seiring penutupan secara permanen Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan pada bulan April silam.

“Gareget Mataraman” itu, sejatinya mencerminkan proses dengan komponen input dan output.  Bahwa  untuk  mencapai output berupa tataran kehidupan yang sejahtera—selayaknya tataran Hamemayu Hayuning Bawana, diperlukan input proses pembelajaran—yang tercermin dalam nilai Mangasah Mingising Budi, khususnya pembelajaran untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan—yang tercermin dalam nilai moral Memasuh Malaning Bumi.

Apabila dihipotesiskan secara sederhana, dapat dipahami, bahwa kesejahteraan dapat diraih dengan pembelajaran ekologis. Dalam konteks ini, frasa ekologis adalah optimalisasi pengelolaan sampah terdesentralisasi di setiap Kabupaten dan Kota se-DIY.

 

Bupati Bantul, Bapak Penjabat Walikota Yogyakarta, dan Hadirin sekalian,

Memahami “Mangasah Mingising Budi” saat ini bisa dimulai dengan belajar dari pengelolaan sampah di TPA Piyungan.

Metode landfill yang digunakan menyebabkan banyak masalah, seperti pencemaran tanah dan air, serta emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim. Landfill juga membutuhkan lahan luas, yang semakin terbatas karena banyak digunakan untuk hunian.

Selain itu, landfill menimbulkan bau tidak sedap, menarik hama, dan membutuhkan biaya operasional tinggi serta teknologi canggih untuk pengelolaan efektif. Banyak bahan yang masih bernilai juga terbuang begitu saja, menghambat pengembangan teknologi pengelolaan sampah yang lebih baik.

Dari sisi sosial, landfill sering menyebabkan masalah ketidakadilan lingkungan dan penolakan dari masyarakat sekitar.

Kesimpulannya, model landfill tidak lagi relevan dan kita memerlukan pendekatan pengelolaan sampah yang lebih inklusif, holistik, dan berkelanjutan.

 

Bupati Bantul, Bapak Penjabat Walikota Yogyakarta, dan Hadirin sekalian,

Dalam semangat membangun masa depan yang lebih sehat, bersih dan berkelanjutan, saya kerap melontarkan nasari edukasi dan pemberdayan masyarakat. Mengapa saya menekankan konsep edukasi, baik kepada entitas  pemerintah kabupaten dan kota, maupun kepada masyarakat? Karena bagi entitas pemerintahan, ini bukan sekadar tugas administratif, melainkan sebuah upaya untuk menemukan solusi kreatif dan inovatif, yang sesuai dengan karakteristik masyarakat dan demografis masing-masing wilayah. Oleh karena itu, saya menyerukan kepada semua pemimpin daerah untuk mengambil tanggung jawab penuh dalam tugas mulia ini.

Dalam pengelolaan sampah misalnya, kita harus memanfaatkan setiap potensi, sembari memperkaya program-program yang sudah dilaksanakan. Salah satu potensi, adalah mengintegrasikan tata kelola sampah dengan Reformasi Kalurahan. Reformasi Kalurahan, salah satunya dilaksanakan untuk melakukan penguatan kelembagaan.

Komponen kelembagaan yang dimaksud, termasuk Badan Usaha Milik Kalurahan/ BUMKal. Penguatan Kelembagaan, diharapkan dapat menstimulasi kemandirian kalurahan, seiring meningkatnya otonomi Kalurahan, sehingga lebih fleksibel menjalin koneksi dengan stakholder. Dalam konteks hari ini, dikaitkan dengan potensi BUMKal, sebagai entitas usaha yang diarahkan untuk menjadi leader pengelolaan sampah di tingkat kalurahan.

Agar BUMKal kian leluasa dan kompetitif, maka setidaknya harus memeuhi aspek legal standing, yaitu memiliki “Nomor Ijin Berusaha”, sehingga peluang investasi dan kerjasama dengan stakeholder kian terbuka. Untuk itu, kepada perangkat daerah terkait, saya minta untuk proaktif mengawal perijinan usaha BUMKal secara komprehensif dan sistematis.

Di sisi lain, dalam upaya mendukung BUMKal, pemerintah kabupaten dan kota bersama pemerintah provinsi, harus “gumregah” dan “golong gilig” menggerakkan inovasi berbasis kebudayaan. Semisal dengan tajuk SAPA SALAM, “Satu Kapanewon, Satu Pengelolaan Sampah Tingkat Kalurahan”.

Dalam upaya ini, saya mengharapkan setiap kabupaten dan kota untuk mencurahkan ide-ide segar, dalam basis-basis inovasi pemberdayaan masyarakat, menerapkan konsep desain berpikir “out of the box”, namun pelaksanaannya tetap berpegang pada prinsip “within the system” dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, tanpa meninggalkan kearifan lokal, dan karakter demografi maupun geografi masing-masing.

Dalam proses kratif-inovatif ini, pemerintah kabupaten dan kota maupun provinsi dapat menggandeng stakeholder potensial untuk pengukuran efektivitas dan dampak. Buat target-target sederhana di fase awal, semisal dengan indikator menurunnya setoran sampah ke TPA setelah melalui sortir yang dilaksanakan BUMKal.

Selain itu, penting kiranya bagi kita, untuk menyiapkan konsep pengukuran dampak sejak awal, agar semua proses dapat dibuktikan kinerjanya.  Hal ini dapat diimplementasikan, semisal dengan ISO 14001 maupun model Waste Audit, dengan variabel utamanya pada identifikasi: Jenis Sampah, Sumber Sampah, Volume/Berat Sampah, Frekuensi Pengumpulan, dan Metode Pengumpulan Sampah.

 

Bapak Bupati Bantul, Bapak Penjabat Walikota Yogyakarta, dan Hadirin sekalian,

 

Seiring upaya itu, kita juga harus menyadari pentingnya edukasi masyarakat dalam upaya memilah, mengurangi, dan mengolah sampah secara mandiri. Dalam konteks ini, saya mengajak semua pihak untuk menjadikan konsep 3R—“refuse, reduce, reuse”—sebagai landasan utama dalam penanganan sampah, dimulai dari tingkat individu dan rumah tangga. Dengan demikian, konsep “gumregah” berbasis pemberdayaan dari hulu sampai hilir dapat berjalan dengan harmonis,

Dalam konsep pembiayaan, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengkaji model "Pay for Success" atau PFS. Dikenal pula sebagai model Obligasi Sosial (Social Impact Bonds), PFS adalah mekanisme pembiayaan inovatif yang menghubungkan investasi sosial dengan hasil yang terukur.

Pendekatan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, penyedia layanan pengelolaan sampah, investor, dan evaluator independen, untuk memastikan bahwa program berjalan dengan efektif dan efisien.

Dengan demikian, risiko pembiayaan dan pekerjaan dialihkan kepada investor atau komunitas masyarakat, sementara pemerintah dan masyarakat dapat menuai hasil yang optimal dari program pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Dalam konteks pemberdayaan, ini juga menerjemahkan konsep demokrasi: dari, oleh, dan untuk masyarakat.

 

Hadirin sekalian,

Pada akhirnya, bisa kita simpulkan, bahwa hanya dengan kesadaran kolektif dan meninjau berbagai perspektif secara muldimensional inilah, kita dapat mencapai lingkungan yang lebih sehat. Berbagai koordinasi yang dilakukan, selayaknya Rakordal Triwulan Satu Pemda DIY, setidaknya telah mengusung sinergi “Mengolah Sampah Menjadi Berkah”.

Inilah yang harus kita realisasikan secara terintegrasi dan berkelanjutan, dengan membuka diri terhadap kemajuan zaman. Menjadi urgensi bagi kita, untuk mentransformasi nilai budaya ke dalam konsep teknokratis, agar dampaknya menjadi nyata dan lebih bisa dirasakan masyarakat. Tentu dengan adanya dampak yang dapat diukur secara ilmiah, dan dapat dipertanggungjawabkan secara metodologis.

Akhir kata, demikianlah yang dapat saya sampaikan. Satu pesan saya: “Jangan pernah ragu untuk melangkah, sekecil apapun langkah itu. Sebab, lompatan raksasa, selalu dimulai dari langkah awal yang sederhana, namun penuh makna.

Mari kita wujudkan visi kolektif, dimana setiap individu bergerak bersama, menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera, sejalan dengan semangat Hamemayu Hayuning Bawana. Melalui pembelajaran sepanjang hayat, kita aktualisasikan nilai moral Mangasah Mingising Budi, bersatu padu menjaga lingkungan. Bersama, kita pastikan masa depan ekologi yang lebih cerah dengan aksi nyata dalam spirit “Memasuh Malaning Bumi.”

Sekian, terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Yogyakarta, 17 Mei 2024

GUBERNUR

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,




HAMENGKU BUWONO X