BIRO UMUM HUMAS & PROTOKOL

SEKRETARIAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Sambutan PEMBUKAAN FESTIVAL LUMBUNG MATARAMAN

Assalamu?alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh,

Salam sejahtera bagi kita semua.



Yang saya hormati para narasumber, peserta kegiatan,? dan hadirin sekalian,



Perlu saya sampaikan kembali, bahwasanya Mataram pada masa lalu telah mengenal konsep food estate dengan pola pertanian CLS (Crop Livestock System), yang mengintegrasikan cocok tanam dengan ternak pada abad 17. Memerintah pada tahun 1613 ? 1645, Sultan Agung telah menyadari, betapa strategisnya peran komoditi beras bagi kelangsungan peradaban yang dipimpinnya.


Dalam upayanya, Sultan Agung bahkan telah melakukan rekayasa sosial dalam melaksanakan intensifikasi tanaman padi. Kerjasama antar petani dan antar kelompok tani amat kuat, baik dalam tertib pola tanam, penggunaan air irigasi, pengendalian hama dan penyakit, penggunaan peralatan maupun dalam acara panen.


Itulah sekelumit cerita tentang Mataram food estate yang pernah berjaya pada masa lampau. Yang mana salah satu rintisannya akan kita tegakkan kembali melalui konsep Lumbung Mataraman di era modern, melalui elaborasi Manunggaling Pamong lan Among Tani.



Hadirin sekalian,


Saat ini, pembangunan ketahanan pangan, sudah seharusnya dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Tujuannya adalah, untuk mengenali dan mengetahui potensi sumber daya pangan, seiring upaya mencari solusi atas berbagai tantangan ketahanan pangan secara efektif, efisien, hingga pada akhirnya memberikan nilai tambah,? dan masyarakat mendapatkan manfaat yang berkelanjutan.


Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai salah satu wilayah dengan kekayaan budaya dan keanekaragaman hayati, berpotensi mendukung kemandirian dan kedaulatan pangan, yang bersumber dari kearifan lokal. Dalam konteks lokal, hendaknya kemandirian pangan dimaknai dengan karakter kearifan lokal, dan masih tetap relevan dengan semangat keistimewaan DIY.

Masyarakat Jawa--khususnya Yogyakarta--sejak zaman dulu sudah menerapkan tradisi ?nandur opo sing dipangan lan mangan opo sing ditandur? untuk memenuhi ketersediaan pangan, mulai dari tingkat rumah tangga.


Untuk itu, saya berharap, kita semua dapat mewarisi semangat Mataraman dan nilai-nilai kearifan lokal, dalam pengembangan pertanian dan ketahanan pangan. Saat ini, di era yang lebih maju dan terbuka, sudah selayaknya rekayasa sosial dan rekayasa teknologi pertanian, dapat dilakukan secara lebih cepat dan massif.


Terlebih, perkembangan dunia teknologi pangan kian pesat, seiring maraknya konsep gastronomi atau tata boga. Jelas, petani dan pertanian menjadi bagian penting dalam konektivitas antara budaya dan pangan ini.



Saudara-saudara sekalian,


Pertambahan populasi penduduk, pada akhirnya membutuhkan rekayasa sosial ketahanan pangan, dimana salah satunya melalui Lumbung Mataraman. Dalam hal ini, Lumbung Mataraman dapat berperan besar dalam hal tata kelola pangan dan edukasi pola konsumsi, tentu melalui kolaborasi dengan para stakeholder potensial. Perlu saya ingatkan, bahwa salah satu problem yang kita hadapi saat ini, adalah meningkatnya jumlah food waste atau sampah makanan.


Terdapat dua kategori sampah makanan yaitu sampah makanan ?left over? dan ?food waste?. Sampah makanan ?left over?, adalah sampah makanan yang diakibatkan oleh penyajian yang berlebihan. Sedangkan ?food waste?, merupakan sampah makanan, sebagai akibat dari kesalahan perencanaan dan manajemen yang kurang baik, pada setiap proses rantai makanan.


Pada tahun 2020, Indonesia sebenarnya sudah memasuki sinyal darurat sampah makanan. Bahkan pada tahun 2019, data telah menunjukkan, bahwa Indonesia merupakan penghasil sampah makanan terbesar nomor 2 di dunia setelah Saudi Arabia. Pada tahun 2021, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mencatat, bahwa sampah sisa makanan Indonesia mencapai 46,35 juta ton dalam skala nasional.


Ironisnya, masalah sampah pangan, pada akhirnya tak hanya semata menjadi isu lingkungan, namun juga merembet pada dimensi ekonomi dan sosial. Dari sisi ekonomi misalnya,? nilai sampah makanan setara dengan kerugian Rp 213 ? Rp 551 triliun per tahun. Ditinjau dari segi sosial, kita masih pula menemukan banyak masalah stunting pada balita, sebagai akibat dari pola konsumsi yang tidak mencukupi kebutuhan gizi berimbang.


Untuk itu, saya menyambut baik berbagai agenda rekayasa pengolahan pangan, seperti Kegiatan live cooking pangan lokal, Lomba Cipta Menu Kudapan Berbahan Baku Pangan Lokal, dan Lomba Cipta Menu Beragam Bergizi Seimbang dan gelar teknologi budidaya pangan, yang menjadi rangkaian acara Lumbung Mataraman..


Harapannya, berbagai rekayasa pangan dan tanaman pertanian tersebut, dapat menjadi salah satu opsi solusi, dalam mencegah meningkatnya sampah pangan dan food loss di DIY, sehingga pada akhirnya turut mewujudkan kesejahteraan masyarakat dari dimensi ketahanan pangan.


Dengan visi dan pemikiran seperti itulah, saya menyambut baik dan mengapresiasi agenda ini. Akhir kata, dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Festival Lumbung Mataraman Tahun 2023, Saya buka secara resmi.


Sekian dan terima kasih.

Wassalamu?alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.




Yogyakarta, 12 Agustus 2023