BIRO UMUM HUMAS & PROTOKOL

SEKRETARIAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Sambutan RESEPSI MILAD KE-111 MUHAMMADIYAH

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



Yang saya hormati:


  • Ketua Umum PP. Muhammadiyah, Prof.Dr.H.Haedar Nashir,M.Si., beserta Jajaran Pengurus dan seluruh warga Muhammadiyah, baik yang mengikuti secara luring maupun daring;

  • Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P., IPM., ASEAN., Eng. beserta seluruh civitas akademika-nya;

  • Tamu undangan dan hadirin sekalian.



Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita dapat hadir dalam acara Resepsi Milad Muhammadiyah dalam keadaan sehat wal’afiat.


Dengan turut mengusung semangat dan tema “Ikhtiar Menyelamatkan Semesta”, perkenankanlah saya untuk dapat berbagi perspektif tentang tema ini, sebagai setitik sumbang pikir bagi bangsa, seiring dalam rasa bahagia mangayubagya Milad ke-111 Muhammadiyah.









MANUSIA DAN ALAM SEMESTA






“ADANYA ALAM SEMESTA UNTUK MENGENALI KEBERADAAN TUHAN, ADANYA MANUSIA UNTUK BERSAKSI, BAHWA TUHAN YANG MAHA ESA ITU PASTI ADANYA”




Keagungan Tuhan Yang Maha Esa, memancarkan daya kuasa-Nya kepada manusia-manusia, yang menjadi manifestasi tertinggi, dari semua ciptaan-Nya, yang ada di alam semesta. Sesungguhnya, tidak ada satu titikpun tempat di alam semesta ini, di mana perwujudan-Nya tidak termanifestasikan. Manusia adalah pusat manifestasi Tuhan di alam semesta. Itulah hakekat alam semesta. Adanya alam semesta, menjadi saksi keberadaan Tuhan. Tetapi yang menetapkan kesaksiannya adalah manusia. Tanpa manusia Tuhan tidak akan dikenali. Yang ada hanyalah kegelapan yang azali-abadi.


Maka manusia harus memperkuat persaksiannya dengan beriman, bertakwa dan bertauhid bahwa Tuhan, sebagai sebuah Kebenaran Tunggal, memang benar adanya:


  • Iman, adalah kesaksian manusia kepada realitas tunggal. Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukan hanya pengucapan “syahadat” sebagai kepercayaan. Keimanan, dapat ditransformasikan dalam kehidupan nyata di bumi.


  • Takwa, adalah sikap hidup dan pendirian untuk memilih berada di jalan yang benar, jalan yang lurus, atau jalan hidup yang tidak terhanyut gebyar dan harta benda. Tidak terperangkap dan larut oleh kekuasaan. Manusia bertakwa untuk menjalani kesalehan hidup dan patuh, mampu taat melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.


  • Bertauhid, bukan hanya kepercayaan bahwa Dia itu Maha Esa. Di dalam cipta, rasa, dan karsanya sampai ke dalam sukma hanya ada satu sembahan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. TAUHID sejati adalah terasa hilangnya diri manusia, karena tenggelam dalam naungan Zat Allah Yang Maha Esa. Manusia merasa fana sebagai hamba, dan sekaligus merasa tenggelam di dalam kebesaran dan kebaikannya. Tetapi terasa hidup di dalam keagungan Yang Maha Hidup. Tuhan bukan entitas yang ada di dalam maupun di luar manusia. Tuhan adalah realitas yang melingkupi segala kehidupan manusia dan semesta.




TUJUAN HIDUP MANUSIA

Membicarakan eksistensi manusia, tidak dapat dilepaskan dari tujuan hidupnya di dunia ini. Hal ini dapat dimengerti sepenuhnya, karena manusia tidak ingat lagi, mengapa ia harus hidup di dunia ini. Untuk itu, manusia harus mengejar pengetahuan tentang makna kehidupan yang menyelimuti dirinya. Sehingga ia menjadi tahu hakekat hidup yang diamanatkan kepadanya.

Dari khazanah Jawadhipa, tujuan hidup manusia adalah–selamat dunia akhirat bersatu kepada-Nya. Selamat, adalah sejatinya tujuan utama manusia, meski dalam perjalanannya mungkin ada tujuan lain atau tujuan yang lebih tinggi dari itu. Tetapi, selamat adalah tujuan pokok hidup manusia di dunia. Kata selamat mempunyai makna aman, tidak ada gangguan, tidak menderita di dunia ini, dan tidak mengalami kerugian. Sebagai tujuan hidup, selamat juga mempunyai makna “widodo”, yaitu selamat di mana saja dan kapan saja hingga selamanya. Selamat dalam makna yang lain adalah “rahayu”, ialah keselamatan, kebenaran, kebaikan dan kebahagiaan. Dalam konsep Jawa Dwipa, “Rahayu” adalah hidup teratur, tertib, aman, sehat dan sejahtera, dan penuh dengan kebajikan.

Jika manusia ingin hidup selamat dan rahayu, syaratnya hanya satu, bersatu dengan Tuhan. Karena sesungguhnya, puncak dari tujuan hidup manusia yang hakiki, adalah meningkatkan, atau mentransformasikan dirinya dari kenyataan kedudukannya di dunia nyata ini, ke arah kenyataan, dan kehidupan mutlak--ialah Tuhan. Dalam pengertian pengetahuan spiritualitas Jawa Dwipa, maka manusia harus mengerti dan mengetahui jalannya dan jalan itu adalah SEMAR. Untuk mencapai SEMAR maka manusia harus menjadi HARJUNA atau INSAN KAMIL. Manusia harus mencapai martabat luhur sebagai berikut:


  • Disinilah manusia harus dapat bercermin diri, mawas diri, introspeksi diri untuk tidak menjadi sombong, sewenang-wenang, takabur dan congkak, merasa paling pintar, paling kuat, paling kuasa. Semua sifat ini sangat merusak dan mengotori hati dan jiwa manusia. Isilah pikiran, hati dan jiwa manusia dengan spiritualitas yang bersih, suci dan transenden, niscaya martabat manusia akan meningkat menjadi manusia universal. Inilah jalan hidup manusia sejati sesuai yang ditakdirkan Tuhan.


  • Jika manusia sudah mampu menegakkan perikemanusiaannya, maka manusia bisa menemukan jalan kehidupan selanjutnya, yaitu Jalan Tuhan, yang jujur, lurus, benar, adil. Tanpa itu, manusia tidak akan bisa melihat kebenaran dan keadilan. Kebenaran disini “benering bener” atau “pener”, dan bukan benarnya sendiri. Kebenaran sejati hanya akan bisa dicapai, jika manusia mampu bersikap jujur dan lurus, artinya memiliki moralitas dan integritas tinggi dalam bersikap lurus, adil, yakni sikap hidup tidak dapat dibeli dengan harta benda, diancam dan ditakuti, ditekan oleh siapapun. Karena jalan Tuhan adalah jujur, lurus, benar dan adil. Inilah jalan hidup manusia yang harus ditegakkan dan diutamakan.


  • Keluhuran adalah lambang manusia yang sudah mampu mengendalikan dan menguasai nafsu keinginannya. Pada tahap ini, manusia bisa hidup enak dan serta kecukupan, tidak lupa diri, dan perilakunya tetap baik dan terpuji. Ada lima lorongmurwakala” yang meliputi keinginan manusia, yaitu: “Kamasutra”, “Banda”, “Kuwasa”, “Anggep” dan “Menep”. “Kamasutra” adalah keinginan seksual, ini sudah dapat dikendalikan. “Banda” adalah keinginan terhadap harta dan benda, ini sudah dapat dikendalikan. “Kuwasa” adalah keinginan untuk berkuasa, ini sudah dapat dikendalikan. “Anggep” adalah keinginan untuk diakui, dipuja, dipuji, dihormati, ini sudah dapat dikendalikan. “Menep” artinya sudah tidak terpengaruh oleh segala rupa keinginan dan tidak silau kepada hal-hal yang bersifat duniawi.


Inilah keluhuran dalam dunia spiritualitas manusia tertinggi. Manusia sudah memperoleh pengetahuan mutlak, dalam mencapai kesempurnaan hidup. Pada tingkat inilah, manusia mencapai kesadaran ketuhanan tertinggi yang transenden dan isoteris--yang mendorong sukma sejati manusia ingat untuk kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bersatu dengan-Nya.



JANGGAN SMARASANTA

Adalah lambang manusia ksatria yang rasa cintanya kepada Tuhan mencapai kesempurnaan. Rasa cinta yang agung dari manusia kesatria kepada Tuhan akan memunculkan LIMA SIFAT yang dalam kedalaman jiwa ksatria sebagai berikut:


  1. Manusia kesatria, yang sempurna cintanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak berharap dan bergantung kepada sesama makhluk dan tidak pula menyembahnya.

  2. Manusia kesatria, yang sempurna cintanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak memperkuat keinginannya untuk berbuat baik karena riya’. Sebab, ada ibadah manusia yang hanya atas dasar keinginan, dan bukan atas dasar kewajiban, yang seharusnya dilakukan dengan penuh keikhlasan.

  3. Manusia kesatria yang sempurna cintanya kepada Tuhan Yang Maha Esa,  tidak lekang termakan zaman, tetap tenang dan bahagia, serta tetap bersyukur atas apa yang diterimanya. Walau disekitarnya suasananya sudah seperti suasana neraka.

  4. Manusia kesatria, yang sempurna cintanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak akan berbuat jahat dan keji kepada semua makhluk ciptaan-Nya - apalagi kepada sesama manusia yang tidak bersalah. Sedangkan kepada mereka yang bersalah, hukum akan ditegakkan dengan dasar ketuhanan, kemanusiaan dan keadilan. Bukti kecintaan yang sempurna, dari manusia kesatria kepada Tuhan Yang Maha Esa, adalah: “DHARMA MASIHI SAMASTA BUWANA”, artinya manusia ksatria mencintai alam semesta beserta seluruh makhluk ciptaannya.

  5. Manusia kesatria, yang sempurna cintanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak mengharap apapun, dan tidak mempunyai kepentingan apapun selain hanya sebatas menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa.



Apabila rasa cinta yang sempurna, dari manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa diperluas lagi, meliputi seluruh umat manusia dan seluruh makhluk hidup yang ada di alam semesta - maka terwujudlah rasa cinta yang berdasar pada kemanusiaan yang universal, transenden, dan isoteris--atau tegak di persada dunia.

Manusia kesatria memberikan keteladanan utama dengan jalan CINTA, karena hanya hakikat - CINTA- yang bisa mempersatukan manusia di dunia dengan tidak saling membedakan. Hanya dengan pancaran CINTA, manusia bisa saling menghargai dan mengasihi. Arah cinta harus ditujukan kepada semua manusia. Maka kehidupan di dunia akan penuh kedamaian dan kebahagiaan. Persaudaraan, harus bersifat kecintaan, kesetaraan, dan keadilan. Sesungguhnya, semua manusia adalah saudara bagi sesamanya, dan cinta adalah perajutnya. Energi cinta adalah sumber utama kebajikan manusia.

Bagi manusia kesatria, cinta kepada Tuhan adalah diatas segalanya. Betapapun besarnya kecintaan manusia kesatria kepada seluruh makhluk -tetapi kesempurnaan cintanya kepada Sang Kuasa Cipta…adalah mutlak….







Dengan pemikiran seperti itulah, saya turut berbahagia, serta mengucapkan SELAMAT, atas Milad ke-111 Muhammadiyah. Semoga Muhammadiyah, senantiasa dapat menjadi secercah cahaya yang menerangi peradaban bangsa Indonesia, selaras dengan doa yang terucap oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan: “Aku berdoa, berkah dan keridhaan serta limpahan rahmat karunia Ilahi, agar Muhammadiyah tetap maju, dan bisa memberi manfaat bagi seluruh umat manusia sepanjang sejarah, dari zaman ke zaman”.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 

Yogyakarta, 18 November 2023