BIRO UMUM HUMAS & PROTOKOL

SEKRETARIAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MATERI SHARING SESSION PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI PENDIDIKAN DAN PARIWISATA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam Damai Sejahtera Bagi Kita Semua,



Yang saya hormati:

  • Kepala Badan Kepegawaian Negara Kantor Regional 14 beserta jajaranya,

  • Para peserta Rapat Koordinasi Dan Evaluasi sekalian.



Merupakan sebuah kehormatan, bahwasanya Badan Kepegawaian Negara Kantor Regional 14, berkenan untuk memilih Yogyakarta sebagai tempat penyelenggaraan Rapat Koordinasi Dan Evaluasi Penyelenggaraan CASN Tahun 2023 Bagi Instansi Pemerintah Daerah Serta Meningkatkan Kualitas Penyelenggaraan Seleksi PPPK Wilayah Kerja Kantor Regional XIV BKN. Harapan saya, semoga suasana Yogyakarta kondusif bagi suksesnya pertemuan penting ini, terutama bagi peningkatan kualitas SDM Aparatur Negara di wilayah kerja BKN Regional 14.

Saya mewakili Pemerintah Daerah dan warga Daerah Istimewa Yogyakarta, mengucapkan Selamat Datang di Yogyakarta. Yogyakarta tumbuh menjadi salah satu pusat pendidikan, budaya dan pariwisata terkemuka di Indonesia. Dikenal pula sebagai kota cyber, kota toleransi, sekaligus kota unik yang memiliki dua wajah. Di satu sisi adalah simbol tua dan berbalutkan nilai-nilai tradisi leluhur kerajaan Jawa, di satu sisi lainnya merupakan wajah gemerlap modernitas. Pembangunan di Yogyakarta diarahkan agar selalu mencapai keselarasan antara budaya, alam dan manusianya.



Saudara-saudara sekalian,

 

Pendidikan dapat melahirkan manusia yang cerdas dan berpengetahuan, yang memiliki kesadaran tinggi untuk melakukan gerakan sosial yang dapat mendorong perubahan masyarakat. Transformasi sosial, selalu bermula dari lapisan masyarakat terpelajar yang memiliki kesadaran kritis terhadap kondisi sosial politik. Pengalaman sejarah semua bangsa menunjukkan, perubahan sosial acapkali dipelopori dan dimotori oleh kalangan elite terdidik. Dalam perspektif sosiologis, pendidikan akan melahirkan lapisan sosial baru. Dalam struktur piramida sosial berada pada posisi kelas menengah, yang berada di antara lapisan elite dan lapisan akar rumput, sehingga dapat menjembatani dua kepentingan kelompok.

 

Pendidikan bertujuan membangun totalitas kemampuan manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, dengan mengembangkan tiga aspek: (1) cognitive learning, pengembangan ilmu pengetahuan, potensi, dan daya intelektualitas; (2) affective development, penanaman nilai-nilai moralitas dan religiositas, pemupukan sikap emosionalitas dan sensibilitas; dan (3) practical compentence, pengembangan kemampuan adaptasi sosial, pemupukan daya sensitivitas terhadap persoalan sosial-kemasyarakatan, pembinaan kapasitas diri untuk memperluas pilihan dalam pekerjaan, kesehatan, kehidupan keluarga, dan masalah-masalah praktis yang lain.

 

Melalui proses pendidikan, seluruh dimensi kemanusiaan dapat tumbuh-kembang secara optimal. Lebih lanjut Bowen menulis, “Pendidikan harus diarahkan pada pertumbuhan manusia seutuhnya, melalui pengembangan menyeluruh. Tidak hanya sisi intelektualitas dan kompetensi praktis, tetapi juga watak afektif, termasuk aspek moral, agama, emosional, sosial, dan estetika dari kepribadian”.

 

Pendidikan juga merupakan wahana untuk meningkatkan kapasitas individual dan sosial setiap orang dalam keseimbangan. Secara individual, pendidikan meningkatkan pengetahuan, informasi, dan keterampilan teknikal, sehingga seseorang memiliki kompetensi untuk memperkuat daya survival-nya. Sedangkan secara sosial, pendidikan memberi bekal dalam hal keterampilan sosial berupa kemampuan bersosialisasi, beradaptasi, berinteraksi, menjalin relasi sosial, memupuk sikap toleransi, dan menanamkan sikap penghargaan atas realitas kemajemukan sosial, memupuk jiwa kepemimpinan, serta menumbuhkan komitmen pada demokrasi dan pembangunan masyarakat madani.



Hadirin sekalian,

 

Salah satu momentum “Membentuk Manusia Berbudaya” di Indonesia, dapatlah kita ketahui, ketika tahun 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa, yang tujuannya adalah untuk menanamkan jiwa kemerdekaan. Taman Siswa menghendaki bangsa Indonesia tidak hidup untuk mengabdi penjajah, tetapi untuk kemandirian dan kesejahteraan bangsa sendiri.

 

Taman Siswa memilih pendidikan sebagai jalan perjuangan beralasan kuat. “Bahwa masalah pendidikan rakyat dalam perjuangan kemerdekaan bangsa adalah faktor yang penting yang harus diusahakan, sejalan dengan usaha perjuangan politik,” tulis Ki Mochamad Tauchid, seorang tokoh Taman Siswa.

 

Secara singkat bisa dikatakan, tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. Manusia seperti apa yang kita harapkan? Manusia yang berbudaya. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang ‘beradab’ dan berkeadaban. Ia makhluk kultural sekaligus bermoral. Maka tidak aneh jika Taman Siswa, selain mengajarkan ilmu pengetahuan, juga mendidik anak-anak berkesenian, misalnya seni tari, musik, sastra dan sebagainya. Demikianlah, pelajar dan mahasiswa di lingkungan Taman Siswa mendapatkan kesempatan untuk berkenalan dengan Humaniora. Mereka rata-rata bisa ambêksâ (menari), urâ-urâ (menyanyi), olah karawitan (belajar gending), sastra, dan sebagainya.

 

Untuk mendidik manusia agar jadi insan budaya tentu yang dibutuhkan adalah sistem pendidikan yang ideal, yakni pendidikan kultural. D. Paul Schafer (2006) dalam bukunya Revolution or Renaissance: Making the Transition from an Economic Age to a Cultural Age, memaparkan bahwa pendidikan kultural itu memiliki empat resep utama: “mempelajari kebudayaan umum, mempelajari kebudayaan nasonal sendiri, mempelajari kebudayaan bangsa lain, belajar hidup dengan kreatif, konstruktif dan memenuhi tuntutan kehidupan berbudaya.

 

Untuk itu, BKN Regional 14 dapatlah saya sarankan untuk memperkuat pendidikan karakter berbasis kebudayaan, dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini selaras dengan kata-kata Jan Szczepanski, sosiolog dan ahli pendidikan Polandia, pendidikan dimaksudkan sebagai “Persiapan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan budaya, pengembangan nilai-nilai budaya untuk menjaga identitas budaya bangsa”. Bukankah pembangunan di bidang apapun, memang harus mengindahkan nilai-nilai budaya yang melingkupinya?

 

Integrasi yang kuat antara pendidikan, kebudayaan, dan pembangunan sumber daya manusia, dapat memberikan landasan yang kokoh bagi kemajuan suatu bangsa. Menyelaraskan kebijakan dan program-program yang mendukung ketiganya, menjadi kunci untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan berdaya saing.



Peserta Rapat Koordinasi sekalian,

 

Selanjutnya, terkait pariwisata. Dalam strategi pariwisata, DIY berupaya menerapkan Pengembangan Kebudayaan sebagai Ciri Khas Pariwisata Berbasis Budaya (Culture tourism)”. Seperti yang kita ketahui bersama, “Budaya, Pendidikan, Pariwisata” dikenal sebagai TriPilar utama Pembangunan DIY.

 

“Pariwisata Berbasis Budaya” adalah jenis kegiatan pariwisata yang menggunakan kebudayaan sebagai objek. Pariwisata jenis ini dibedakan dari pariwisata minat khusus lain, seperti wisata alam, dan petualangan. Adapun 12 unsur kebudayaan yang dipandang dapat menarik wisatawan adalah: bahasa, tradisi masyarakat, kerajinan tangan, kuliner, gamelan dan kesenian, sejarah, etos kerja dan teknologi lokal, agama dan aliran kepercayaan, bentuk dan karakteristik arsitektur, tata cara berpakaian, sistem pendidikan, dan aktivitas di waktu senggang (leisure).

 

Yogyakarta memiliki secara lengkap 12 potensi budaya tersebut, tinggal persoalannya bagaimana cara mengemasnya, dan menempatkannya dalam jaringan antar obyek wisata, serta bagaimana dapat mendeteksi dan menindaklanjuti tren perubahan selera konsumen terhadap destinasi wisata.

 

Dalam pengembangan Pariwisata Berbasis Budaya, unsur-unsur kebudayaan tidak jarang dikemas khusus bagi wisatawan, agar lebih menarik. Yang perlu diwaspadai terkait praktek ini adalah bagaimana agar hal tersebut tidak merugikan, baik terhadap eksistensi budaya maupun pengembangan pariwisata itu sendiri. Atau, bahwa jagat kepariwisataan harus dikelola dengan nafas konservasi yang kuat, baik untuk melestarikan sumberdaya budaya maupun sumber daya alam.  Artinya, perlu diupayakan, bahwa  dampak kepariwisataan harus bersifat aditif, bukan substitutif: tidak menyebabkan transformasi budaya secara struktural, melainkan terintegrasi dengan kehidupan tradisional masyarakat.

 

Salah satu syarat paling penting dalam pembangunan pariwisata berbasis budaya adalah prakarsa dan penyelenggaraannya tidak boleh dipaksakan oleh motif serta kepentingan dari luar. Dengan demikian, masyarakat harus ikut terlibat di dalam keseluruhan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, termasuk pemilikan dan penguasaan aset dan infrastrukturnya. Fondasi yang kokoh untuk jaminan distribusi pendapatan lebih adil bagi masyarakat bisa dicapai dengan cara ini.

 

Bertolak dari visi misi gubernur DIY tahun 2022-2027, arah pembangunan bidang Pariwisata di DIY selama kurun waktu 2022-2027 adalah:

  • Mengoptimalkan sinergi pariwisata dengan budaya, pendidikan, dan ekonomi kreatif untuk menghasilkan produk wisata berbasis budaya yang kreatif dan inovatif

  • Mengoptimalkan pengembangan ekosistem kepariwisataan yang melibatkan wilayah selatan dan wilayah-wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi

  • Meningkatkan resiliensi desa wisata

  • Mempercepat digitalisasi sektor pariwisata

  • Meningkatkan kompetensi SDM dan standar usaha pariwisata

  • Menguatkan kelembagaan desa wisata dan   tata kelola industri pariwisata.



Spesifik terkait pemulihan pasca Pandemi:

Pandemi Covid-19 telah mengubah paradigma pengembangan pariwisata di Indonesia. Pariwisata tidak lagi berbicara kuantitas kunjungan tapi kualitas kunjungan. Paradigma pariwisata tidak lagi hanya berbicara tentang keindahan alam atau kesehatan lingkungan, tapi juga pariwisata yang mampu meningkatkan kesadaran spiritual, menghadirkan wisatawan yang bertanggung jawab, memberikan layanan yang sehat, bersih dan profesional, serta mampu mensejahterakan semua pekerjanya.

 

Dalam upaya percepatan pemulihan sektor pariwisata pasca Pandemi Covid-19, Pemda DIY telah menyusun strategi sebagai berikut:

  • Reformulasi Produk dengan menciptakan berbagai festival pariwisata tematik

  • Pengembangan Pariwisata Sebagai Industri: melakukan integrasi horizontal antar sektor-sektor bisnis, dengan menciptakan produk-produk baru atau diferensiasi produk

  • Kemitraan Sinergis: membangun jaringan kerjasama sinergis antar pengelola obyek, biro perjalanan wisata, Dinas/Kanwil Pariwisata antar Provinsi dan seluruh insan pariwisata lainnya.

  • Pemasaran obyek-obyek wisata didesain dengan mengadopsi semangat “coopetition” dan “co-creation” di dalam suatu jaringan aliansi strategis.

  • Pengembangan Industri Pariwisata Terpadu, masing-masing sub-sektor Industri Pariwisata meningkatkan kinerja, SDM maupun mutu pelayanannya, dengan melakukan penguatan penguasaan teknologi, dengan menjalin kemitraan dengan Lembaga Pendidikan Pariwisata.



Hadirin sekalian,

 

Papua Barat, dengan kekayaan alamnya yang luar biasa dan keberagaman budayanya yang unik, menawarkan potensi besar dalam pengembangan sektor pariwisata. Sebagai bagian dari upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, saya ingin menyampaikan beberapa sumbang saran untuk memanfaatkan potensi alam dan budaya Papua Barat dalam industri pariwisata:

 

  • Pengembangan Infrastruktur Wisata yang Berkelanjutan: Penting untuk membangun infrastruktur wisata yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pengembangan jalan, transportasi, akomodasi, serta fasilitas publik lainnya harus dilakukan dengan memperhatikan kelestarian alam dan kearifan lokal.

 

  • Promosi Kekayaan Alam yang Memikat: Keindahan alam Papua Barat seperti hutan hujan tropis, pegunungan yang menakjubkan, dan keanekaragaman hayati yang kaya harus dipromosikan secara luas. Melalui kampanye pemasaran yang kreatif dan berbasis pada konservasi alam, potensi alam ini dapat menarik perhatian wisatawan dari berbagai belahan dunia.

 

  • Pelestarian Keanekaragaman Budaya: Warisan budaya yang kaya dari suku-suku asli Papua Barat perlu dilestarikan dan dipromosikan. Festival budaya, pertunjukan seni tradisional, dan workshop kerajinan tangan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang mencari pengalaman budaya yang autentik.

 

  • Pelatihan dan Pengembangan SDM dalam Industri Pariwisata: Investasi dalam pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di sektor pariwisata sangat penting. Dengan meningkatkan keterampilan lokal dalam layanan, panduan wisata, seni dan kerajinan, kita dapat menciptakan pengalaman yang lebih memuaskan bagi para pengunjung.

 

  • Kemitraan Antar-Sektor untuk Pembangunan Berkelanjutan: Kerjasama yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat lokal merupakan kunci sukses dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Inisiatif bersama untuk memperhatikan keberlanjutan lingkungan, kesejahteraan masyarakat lokal, dan pengembangan ekonomi harus menjadi fokus utama.

Dengan langkah-langkah ini, Papua Barat dapat menjadi destinasi pariwisata unggulan, yang tidak hanya memukau dengan keindahan alamnya, tetapi juga dengan kekayaan budaya yang tak ternilai harganya. Saya yakin, dengan kerja keras dan kolaborasi yang kokoh, Papua Barat akan menjadi destinasi yang menarik bagi wisatawan domestik maupun internasional.

 

Dengan ilustrasi seperti itulah, Saya menyambut baik diselenggarakannya Rapat Koordinasi Dan Evaluasi Penyelenggaraan CASN Tahun 2023 Bagi Instansi Pemerintah Daerah Serta Meningkatkan Kualitas Penyelenggaraan Seleksi PPPK Wilayah Kerja Kantor Regional XIV BKN ini, sekaligus memberikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh pesertanya.

 

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan melimpahkan berkah serta rahmat-Nya, agar hasil pertemuan ini bermanfaat bagi pengembangan aparatur pemerintah di Provinsi Papua Barat.

 

Demikian pengantar yang dapat saya sampaikan. Semoga seluruh peserta berkesempatan menghirup suasana Yogyakarta dengan serba kesahajaannya, di tengah-tengah pesona alam, kekayaan khasanah wisata, dan keluhuran budayanya.

 

Sekian, terima kasih.



Yogyakarta, 11 Desember 2023