BIRO UMUM HUMAS & PROTOKOL

SEKRETARIAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SAMBUTAN DIALOG PUBLIK “JOGJA MELAWAN PEMBAJAKAN BUKU”

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam Damai Sejahtera Bagi Kita Semua,

 

Yang saya hormati:

 

  • Bapak Nesar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika RI;

  • Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta;

  • Ibu Ashfa Azkia dari Rumah Hukum;

  • Ketua, Pengurus dan Anggota IKAPI DIY;

  • Tamu undangan dan hadirin sekalian.

 

Hari ini, kita berjumpa di sini, bukan hanya sebagai individu, tetapi sebagai bagian dari kepedulian yang lebih besar, yang berkomitmen untuk menghormati dan melindungi kreativitas. Di hadapan kita, terbentang sebuah tantangan yang telah lama menggerogoti dunia literasi, yaitu pembajakan buku.

Secara sederhana, pembajakan buku, adalah sebuah tindakan yang mengambil dan mendistribusikan salinan ilegal dari buku yang dilindungi hak cipta. Fenomena ini telah sekian lama menjadi duri dalam dunia penerbitan. Tindakan fotokopi ilegal, pengunduhan buku digital tanpa izin, atau pencetakan ulang tanpa otorisasi, pada akhirnya merampas hak yang seharusnya diterima oleh penulis dan penerbit.

Mari kita ingat kasus pembajakan serial "Harry Potter", sebuah fenomena global yang tidak hanya merugikan penerbit dari sisi finansial, tetapi juga menciptakan kebingungan di antara pembaca, tentang apa itu konten asli. Kasus ini, menjadi simbol dari skala masalah yang lebih luas, yaitu hilangnya penghargaan terhadap orisinalitas dan kreativitas.

Pun demikian, dalam bayang-bayang keputusasaan yang membebani, penulis Tere Liye seakan mengumumkan perpisahannya dari dunia literasi melalui buku berjudul “Selamat Tinggal”. Seolah-olah menyerah pada gelombang pembajakan buku yang tak kunjung reda, buku ini menjadi simbolisasi dari rasa frustrasi dan kekecewaan yang mendalam. Namun sejatinya, di balik narasi yang penuh emosi ini, ada sebuah plot twist yang tak terduga.

Tere Liye sejatinya tengah menggelorakan sebuah protes keras, menentang derasnya arus pembajakan buku yang merajalela di Indonesia. Jelas, ini bukan sekadar kisah, melainkan sebuah ikhtiar untuk memperjuangkan hak-hak penulis yang terusik, melawan gelapnya ketidakadilan, yang merenggut hak cipta dan kreativitas.

 

Bapak Wakil Menteri dan Hadirin sekalian,

Jelas, dibutuhkan kearifan lebih tinggi dan pandangan multidimensi, dalam menyikapi pembajakan buku. Apabila kita melihat lebih dalam, maka pembajakan bukan hanya tentang pelanggaran hukum. Ini juga tentang dinamika sosial, budaya, dan ekonomi yang kompleks. Kita harus mengakui, bahwa di beberapa masyarakat, kurangnya kesadaran tentang hak cipta dan hukum, telah membuka jalan bagi pembajakan. Faktor ekonomi, seperti harga buku yang tinggi, juga memainkan peran, mendorong masyarakat mencari alternatif yang lebih murah.

Di sisi lain, esensi dari literasi, seharusnya berupa apresiasi yang tulus dan adil terhadap para penulis buku. Selaras dengan nilai-nilai sila kedua dan kelima Pancasila, yaitu "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" serta "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Menghargai karya penulis dengan cara yang etis dan legal, bukan semata soal menghormati hak cipta, tetapi juga mengakui kontribusi mereka dalam memajukan pengetahuan dan budaya.

Namun, kita juga harus mengakui bahwasanya tantangan ekonomi dan mentalitas, masih mampu menstimulasi pembajakan. Oleh karena itu, penting bagi kita, untuk mencari dan menerapkan opsi-opsi, yang memungkinkan literasi tumbuh dan berkembang, tanpa terhalang oleh kriminalitas hak cipta.

Upaya-upaya seperti penegakan hukum, kemitraan antara industri dan pemerintah, penting untuk membangun kesadaran tentang hak cipta melalui regulasi positif dan tindakan non-represif yang efektif. Program edukasi di sekolah dan universitas, serta kampanye publik kreatif berbasis media sosial, dapat meningkatkan penghormatan terhadap literatur dan hak cipta, serta mengubah pandangan masyarakat mengenai pembajakan.

Penggunaan teknologi anti-pembajakan seperti watermark digital dan DRM (Digital Right Management), yang dihasilkan dari kolaborasi antara penerbit, pengembang perangkat lunak, dan distributor, diharapkan dapat membantu melindungi karya penulis.

Kolaborasi erat dengan penjual dan distributor buku harus segera diperkuat,  untuk memastikan buku legal yang beredar di pasaran. Dari sisi kesejahteraan penulis, harus segera dirancang konsep kompensasi yang adil dan dukungan lebih besar kepada penulis dan kreator, untuk menunjukkan komitmen seluruh pihak– termasuklah pemerintah– terhadap keadilan, dan penghargaan terhadap kreativitas. Semisal pembelian hak cipta oleh pemerintah untuk tulisan-tulisan yang berkualitas, dan mendukung pengembangan karakteristik bangsa, melalui nilai-nilai kearifan lokal dan budaya.

Selain itu, pengembangan platform penjualan  yang simple dan mudah, akan mendorong masyarakat untuk mendukung penulis dan penerbit dengan membeli buku legal. Dengan demikian, kita dapat menciptakan ekosistem, di mana kecintaan terhadap literasi dapat berkembang, seiring dengan pemenuhan prinsip keadilan dan kemanusiaan, yang dijunjung tinggi oleh Pancasila, dan dilindungi oleh negara.



Bapak Wakil Menteri dan Hadirin sekalian,

Dengan perspektif seperti itulah, saya mengucapkan “Selamat Datang di Daerah Istimewa Yogyakarta”, kepada Bapak Nezar Patria, seraya mengapresiasi pelaksanaan dialog publik yang diselenggarakan IKAPI DIY, dengan tema-nya: “Jogja Melawan Pembajakan Buku”.  Tentu agar cita-cita 3M (Mutu, Murah, dan Merata), seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, dapat tercapai.

Besar harapan, bahwa diskusi ini dapat menjadi titik balik penting, dengan munculnya saran dan ide-ide segar, yang dapat membantu IKAPI dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam turut menumbuhkan dan menjaga semangat kreativitas, yang berkobar di hati setiap penulis dan penerbit.

Apalagi, dapat dikatakan, DIY adalah salah satu episentrum penerbitan buku di Indonesia, dengan pangsa pasar yang besar pula. Kami senantiasa siap bekerjasama dalam memberantas pembajakan buku dan pelanggaran hak cipta, melalui langkah-langkah konstruktif dan berkeadaban.

Mari bersama-sama kita pastikan, bahwa api kreativitas ini tidak padam terenggut oleh bayangan pembajakan, tetapi justru menyala lebih terang, menuju masa depan literasi Indonesia yang menyejahterakan para penulis, sekaligus mencerdaskan masyarakat.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, berkenan melimpahkan berkah serta rahmat-Nya, agar hasil dialog ini bermanfaat, bagi tumbuh kembang literasi yang berkeadilan. Teriring ucapan: selamat berdiskusi, dan mengikuti seluruh rangkaian acara, hingga paripurna.

Sekian, terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.





Yogyakarta, 22 Januari 2024