BIRO UMUM HUMAS & PROTOKOL

SEKRETARIAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Home Berita Harapan Warga DIY di Jakarta, Kaperda Atau Pemda DIY Fasilitasi Sarasehan Budaya Secara Periodik

Harapan Warga DIY di Jakarta, Kaperda Atau Pemda DIY Fasilitasi Sarasehan Budaya Secara Periodik

Pengembalian nama-nama di Yogyakarta baik nama jalan, nama gedung, maupun nama tanaman di Yogyakarta merupakan suatu upaya mengembalikan jati diri DIY yang sesungguhnya, karena nama-nama tersebut mengandung filosofi yang dalam bagi sejarah dan masyarakat di DIY.

Demikian salah satu point penting yang diangkat Anggota Dewan Pertimbangan Kebudayaan DIY Ir.Yuwono Sri Suwito pada Sarasehan Budaya jilid II DIY di Anjungan DIY Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang bertemakan ?Kebhinnekaan Budaya Yogyakarta ?siang tadi(Sabtu,27/9) yang di hadiri Kepala BKPM DIY Supratikno dan diikuti tokoh Budaya DIY yang ada di Jakarta serta anggota paguyuban Warga DIY se Jabotabek.

Menurut Kepala Kantor Perwakilan DIY di Jakarta Drs.Djoko Aryanto.MM Sarasehan ini diselenggarakan Anjungan DIY di TMII selain untuk memperingati Hadeging Kraton Yogyakarta ke-267, Gelar seni Budaya ke-14 Tahun 2014 juga untuk menambah khasanah literatur dan pemahaman budaya bagi warga DIY di Jakarta terhadap perkembangan Budaya Yogyakarta sekaligus pewarisan budaya kepada generasi muda DIY di Jakarta agar tidak kehilangan jati dirinya.

Ir.Yuwono Sri Suwito lebih lanjut menambahkan bahwa pengembalian nama-nama tersebut misalnya yang semula Jln.P.Mangkubumi dikembalikan nama aslinya menjadi Margo Mulyo, Jln.Jendral ahmad yani menjadi Margo utomo, yang semula Jln Trikora kembali menjadi Jln Pangurakan ini mempunyai filosofi dan makna terkait dengan sejarah DIY.

Disamping itu Yuwono Sri Suwito juga menjelaskan secara panjang penggunaan ageman atau pakaian sekaligus warna atau motif gaya Yogyakarta sehingga masyarakat tidak keliru dalam memakai atau mengenakannya. Sebab apabila masyarakat keliru dalam memakai secara tidak langsung akan merusak citra budaya itu sendiri. Oleh karena itu agar budaya kita Yogyakarta tetap lestari pakailah pakaian yang benar, apabila ingin memakai gaya Yogyakarta pakialah yang benar jangan campur aduk(Kebaya gaya solo, iket gaya Jogja atau sebaliknya) itu kurang tepat.

Contoh lain dari makna Filosofi tersebut adalah tanaman pohon Asem dan gayam yang saat ini di Yogyakarta mulai sudah punah itu juga mempunyai makna.Misalnya pohon asem itu filosofinya ngayemi dan pohon gayam itu filosofinya Ngayomi dan lain-lain.

Setelah dibuka kesempatan dialog dan tanya jawab dengan nara sumber ternyata warga DIY yang ada di Jakarta sangat atusias ingin lebih banyak mendapatkan penjelasan-epenjelasan terkait dengan perkembangan dan implementasi UU Keistimewaan DIY dan seni Budaya Kraton Yogyakarta, Karena mereka merasa sangat malu merasa menjadi warga DIY meski diperantauan kok tidak mengerti makna dan filosofi terhadap berbagai hal yang ada di Yogyakarta termasuk didalamnya kerarifan lokal dan budayanya. Oleh karena warga DIY yang ada di jabotabek berharap kepada Pemerintah DIY di Yogyakarta maupuan kantor perwakilan DIY di jakarta untuk memfasilitasi pertemuan atau sarasehan semacam ini tidak hanya setahun sekalai dalam gelar budaya, namun bisa kiranya secara pereododik setahun 3 atau 4 kali agar warga bisa benar-benar paham akan budayanya yang selama ini orang luar daerah kagum dan bangga kok malah warganya sendiri tidak paham. Ini rak memalukan tandas Waris Nugroho warga Sleman yang tinggal di Jakarta 26 tahun.

Dalam kesempatan Sarasehan Budaya tersebut pakar budaya Yogyakarta tersebut juga mengupas secara mendalam Perjuangan Pangeran Mangkubumi hingga berdirinya Kraton Yogyakarta hingga sekarang ini secara urut.

Kar/Skm)

Pejabat

Pejabat Biro Umum dan Protokol Setda DIY