301 Desa Di DIY Miliki Potensi Resiko Bencana
Daerah Istimewa Yogyakarta 68 % wilayah memiliki potensi resiko bencana atau sekitar 301 desa. Sedangkan menurut Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2013, DIY termasuk diurutan 14 Provinsi dan masuk kategori Kelas Resiko Tinggi. Karenanya digagaslah penyeleggaraan penanggulangan bencana secara terpadu, terkoordinasi dengan mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada. Hal ini sesuai amanat UU 24 2007 tentang penanggulangan bencana yang menjadi tanggung jawab bersama.
Sehubungan dengan hal itu siang ini Senin (24/11) di Gedung Pracimasono, Kepatihan Yogyakarta diselenggarakan penandatangan Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Daerah DIY dengan Badan SAR Nasional tentang Pelayanan Pencarian dan Pertolongan/ Search and Rescue (SAR) kepada masyarakat. Kesepakatan bersama ini merupakan sarana untuk melaksanakan kerjasama dan koordinasi serta mewujudkan kesamaan pola pikir dan pola tindak penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan (SAR) terhadap bencana, kecelakaaan dan atau kondisi membahayakan manusia, guna meminimalkan jumlah korban jiwa manusia.
Selain itu di tempat dan waktu yang sama setelah penandatanagan dokumen pertama, dilanjutkan dengan penandatangan dokumen kesepakatan perjanjian kerjasama antara BPBD DIY, Dinas Kesehatan DIY, Kantor Basarnas DIY, PMI DIY, Pusbankes 118/Persi dan Dokkes DVI Polda DIY tentang Penyusunan Standar Operating dan Prosedur Pencarian dan Pertolongan Korban Bencana di Bidang Medis/Kesehatan.
Pada kesempatan tersebut Gubernur DIY yang diwakili oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra DIY, Drs. Sulistyo SH, CN antara lain mengemukakan bahwa perjanjian dan kesepakan kerjasama yang dilaksanakan tersebut merupakan awal dari serangkaian pekerjaan ke depan yang perlu ditindak lanjuti. Dengannya akan lebih memberikan rasa aman, percaya diri, kemandirian serta ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Menurut Gubernur DIY, sinergitas pemerintah, masyarakat dan dunia usaha akan memberikan kekuatan yang tangguh dalam menerapkan living in harmony with risk disaster di DIY.
Sementara itu kepala Basarnas, Masekal Masdya TNI FHB Soelistyo, SSos menyampaiakan bahwa DIY akan dijadikal model untuk provinsi lain dalam penanganan masalah kebencanaan karena beragamnya karakteristik potensi bencana yang dipunyai DIY. (teb)
Pendaftar Donor Darah Dalam Rangka Hari Ibu ke-86 DIY Lampaui TargetPanitia Hari Ibu ke-86 Tingkat DIY yang diprakarsai oleh 5 Komponen Organisasi Perempuan di DIY menyelenggarakan berbagai kegiatan dan hari ini ((Senin,24/11) menggelar aksi Kemanusiaan Donor darah di Markas PMI Kota Yogyakarta, Tegalgendu,Kotagede,Yogyakarta yang dipimpin Ketua Panitia Hari Ibu DIY Ir.Hj.Asyantini.MM. Menurut Ir.Hj.Asyantini,MM bahwa Peringatan Hari Ibu kebetulan bertepatan dengan Perayaan Natal dan libur Sekolah , sehingga untuk rangkaian Hari Ibu telah dimulai sejak bulan Oktober dan Nopember ini agar tidak mengganngu kegiatan-kegiatan diatas. Adapun rangkaian hari ibu yang sudah dilaksanakan meliputi Lomba penyuluhan KB bagi 5 Komponen Organisasi Perempuan di DIY,Senam Masal dan lomba Senam lansia serta pelaksanaan Papsmer bagi anggota dan PNS secara gratis, dan Donor Darah hari ini sedang berlangsung. Sementara untuk kegiatan baru akan berlangsung yaitu bhakti sosial di Pasar Lempunyangan dan Beringharjo yaitu pemeriksaan/deteksi Dini Kanker bagi buruh gendong dan Puncak hari ibu akan dilangsungkan bertepatan dengan tanggal 22 Desember 2014. Sekretaris PMI Kota Yogyakarta mengapresiasi dan mengucapkan terima kasihnya kepada panitia Hari Ibu dari 5 Komponen Orgasisasi Perempuan di DIY (Dharma Pertiwi, Bhayangkari, Darma Wanita, BKOW dan PKK) yang telah secara suka rela mensponsori aksi sosial Donor dari yang diikuti anggota 5 komponen serta anggota TNI,POLRI,PNS sehingga akan menambah Stok darah di PMI.Yogyakarta. Selain itu tandas dengan setetes darah dari pendonor selain dapat menyelamatkan nyawa seseorang juga mudah-mudah dengan setetes itu pula akan merubah nasib seseorang dari biasa perilakunya jelek atau buruk dengan donor darah dari ibu/bapak yang baik serta sholehah penerima doroh tadi menjadi baik. Semenatara itu disela-sela pemantauan pelaksanaan Donor darah Sekretaris PMI Kota Yogyakarta Syarif Haris Usman ketika di konfirmasi reporter www.jogjaprov.go,id terkait dengan ketersediaan darah terkini dia menjelaskan bahwa ketika menghadapi liburan dan hari natal ketersediaan darah di PMI menurun. Oleh karena itu dengan dialksanakannya Donor Darah oleh Panitia Hari ibu ini dapat menuntup kekurangan/menambah Stok darah di PMI tersebut. Disinggung golongan darah apa yang paling menonjol permintaan dari masyarakat. Dia menmbahkan bahwa sangat relatif, karena orang sakit itu tidak bisa diprediksi, kadang-kadang yang banyak golongan O ya kadang-kadang golongan AB , suatu saat Golongan A. Namun demikian dia menghimbau dan mengajak masyarakat untuk selalu mendonorkan darahnya untuk orang yang membutuhkannya. Karena stok darah yang ada di PMI Kota Yogyakarta ini menjadi rujukan selain untuk DIY juga dari masyarakat Jawa Tengah dan jawa Timur. Ditanya mengenai kebutuhan darah untuk DIY, dia menambahkan bahwa rata-rata tiap bulannya menghabiskan 4 ribu kantong, yang menjadi kekawatirannya adalah pada bulan desember ketika libur natal dan menjelang tahun baru sebagaian masyarakat mudik dan rekreasi, pendonor berkurang, maka dari itu ketika banyak organisasi melakukan donor dapat membantu penyediaan stok darah sementara untuk transfusi pasien tidak bisa ditunda. Dari pantauan di lapangan kegiatan doror darah oleh panittia Hari Ibu mentargetkan hanya 100 pendaftar, namun pada kenyataanya pendaftarnya lebih dari 121 orang dan DARI 121 TEERSEBUT YANG dapat di donor dan memenuhi standar PMI sebanyak 56 orang. (Kar/Skm) Seminar Budaya Menuju Yogyakarta Kota Warisan Budaya DuniaKonvensi UNESCO tanggal 16 November 1972 tentang perlindungan warisan budaya dan warisan alam dunia, mendefinisikan warisan budaya yaitu sebagai warisan masa lampau, yang kita nikmati saat ini dan akan kita teruskan kepada generasi yang akan dating. Warisan budaya ini dapat digolongkan atas yang tangible (dapat disentuh) dan yang Intangeble (tak dapat disentuh, seperti musik, tari, konsep konsep). Demikian sambutan Sekretaris Daerah DIY Drs Ichsanuri yang dibacakan Asisten Pemerintahan DIY Drs. GPPH Yudhaningrat, MM dalam acara seminar Budaya Menuju Yogyakarta Kota Warisan Budaya Dunia di Hotel Horison Gowongan Yogyakarta tadi pagi senin (24/11) Lebih lanjut Drs. Ichsanuri mengatakan Yogyakarta merupakan kota yang mempunyai sejarah panjang terkait dengan keberadaan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Di kota ini terdapat banyak peninggalan sejarah dan budaya, baik berupa bangunan bersejarah maupun seni tradisi yang adiluhung, yang hingga kini tetap lestari dan terus dikembangkan sekaligus juga dalam rangka mendukung sektor pariwisata. Sedangkan Drs. Umar Priyanto, M.Pd selaku Panitia Penyelenggara mengatakan maksud dan tujuan diselenggarakan kegiatan ini untuk menginformasikan, menyatukan persepsi dan menyepakati tahapan-tahapan program kepada semua SKPD Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Akademisi dan perwakilan masyarakat yang berkepentingan terhadap program Yogyakarta sebagai kota warisan Budaya Dunia. Kegiatan ini diselenggarakan selama dua hari dari tanggal 24-25 November 2014 di Hotel Horison Gowongan Yogyakarta diikuti oleh 50 peserta diantaranya Bapeda, Kanwil BPN, Badan Lingkungan Hidup, Dinas PU, Dinas Pariwisata Dinas Sosial, Biro Hukum, BPBD Biro Tata Pemerintahan dan sebagai nara sumber adalah Ir. Yuwono Sri Suwito, MM, Drs. Sumbo Tinarbuko, M.sn, Drs. Daud Aris Tanudirjo, MA dan Ir. Suyoto. (bin) Laporan Liputan Kunjungan Kerja Sri Sultan HB X di Madiun.Karakter masyarakat Mataraman yang merupakan bagian dan keanekaragaman budaya di Jawa Timur yang telah menjawai masyarakat di 16 Kabupaten/Kota se Jawa Timur perlu dijaga dan dilestarikan bahkan dikembangkan agar nantinya dapat dan mampu menumbuh-kembangkan budaya,t dengan karakteristik santun, andap asor dan memilki integritas yang tinggi kepada kedaulatan Nusntara. Sehubungan dan hal tersebut Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Madiun menyelenggarakan Rapat Koordinasi dan Sarasehan yang bertemakan ?Pengembangan Seni Dan Budaya Mataraman sebagai Icon Bakoril Madiun ? .dengan menghadirkan Pembicara Utama / Keynoter Speech Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan judul Renaisans Budaya Mataraman, Konsep Inspiratif Akulturasi Budaya. Menurut Ketua Panitia yang juga selaku Kepala Bakorwil Madiun Siswo Heroetoto.SH.M.Hum,tujuan diselenggarakannya Rakor dan Sarasehan ini adalah untuk meningkatkan koordinasi, konsultasi dan sinkronisasi antar unsur pimpinan/pejabat Daerah di 16 Kabupaten/kota se eks Karisidenan Madiun terhadap pengembangan seni dan budaya Mataraman yang menjadi icon Bakorwil Madiun,pengembangan potensi budaya mataraman agar mampu bertahan dan bersaiang serta terjaga kelestariannya serta untuk meningkatkan komitmen Pemerintah daerah untuk mengembangkan Seni Budaya Mataraman yang merupakan icon bakorwil Madiun tersebut. Sarasehan yang diikuti 68 orang yang berasal dari dari Forimda Koordinator Bakorwil Madiun, Baupati/Walikota, Ketua DPRD se Eks Kasisidenan Madiun,Bakorwil II,III dan IV, Dinas Pariwisata Prov Jatim,Pejabat Badan,Dinas, Biro,Ketua Paguyuban Pawitandirogo,Unsur Pemerhati Budaya Jatim, Unsur Akademisi dan BUMN/BUMD se Bakorwil Madiun. Dan sasaran yang akan dicapai dari kegiatan ini adalah agar terjaga dan terpeliharanya seni dan budaya mataraman serta terlaksananya pengembangan potensi seni budaya Mataraman agar tetap eksis dan mampu bertahan atas pengaruh budaya asing maupun kemajuan tekhnologi dan informasi yang semakin berkembang. Gubernur Jawa Timur Sukarwo dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten IV Sekda Jatim Drs.Soekardo.M.Si menyatakan bahwa dalam pengembangan seni budaya Mataraman perlu dilakukan Kerjasama antar Pemerintah daerah khususnya pengembangan potensi seni budaya lokal yang bersumber dari Mataraman untuk saling mengisi dan melengkapi sehingga menjadi icon Bakorwil Madiun yang tidak dipunyai oleh daerah lain dan menjadi salah satu ciri khas kekayaan dan keanekaragaman seni budaya Mataraman yang ada di Jawa Timur maupun nusantara. Sarasehan ini,? tandas Gubernur Sukarwo diikuti oleh unsur pimpinan Daerah dan masayarakat se Provinsi Jatim dengan harapan peserta? dapat memahami dan meningkatkan bahkan mengemabngkan Seni Budaya Mataraman menjadi icon yang mampu menggaet atau menjadi tujuan/destinasi wisata nusantara, manca negara, pergadangan, investasi bagi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan meningkatkan kemampuan dan daya saing produk serta Sumber Daya manusia. Sementara itu Sri Sultan Hamengku Buwono X? dalam Orasi Budayanya selaku pembicara utama pada Sarasehan Seni Budaya Mataraman? mengawalinya dengan? mengutip ? Nulada laku utama, Tumraping wong tanah Jawi, Wong Agung ing Ngeksiganda......?. Cuplikan Serat Wredotomo tersebut memberikan jaminan bahwa Raja adalah ? Pusat Keteladanan? ( ?Exemplary Center ?) asyarakat dan menjiwai nilai-nilai Budaya Mataraman, yang sejak embrio Mataram sudah ditunjukkan oleh penggagasnya. Karena memang kekuatan terdahsyat seorang pemimpin adalah keteladannya. Dalam kesempatan itu pula Sri Sultan HB X menyatakan bahwa dlam dialogo Budaya dan Gelar Seni ? Jogja Semesta? tahun 2007 di Bangsal Kepatihan Yogyakarta yang bertemakan ? Aktualisasi Filosofi Kepemimpinan Jawa dari Surat Piwulang dan Gelar Seni ? Tokoh Budaya Sardono menyatakan bahwa raja-raja Jawa, Sri Paku Buwono XII, Sri Mangkunegoro IV, Sri Paku Alam VIII dan Sri Sultan HB IX merupakan sosok transformator nilai. Secara kesejarahan, tampak Kasunan Surakarta Hadiningrat lebih fokus pada pengembangan olah-tari, Mangkunegaran sebagai pusat kapunjanggan dan susastra, Paku Alaman di bidang pendidikan, dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam hal kepemimpinan. Namun, di masa kini peran-peran , itu tandas Sultan HB X sudah saling bertukaran, karena adanya saling-silang budaya, dan proses interaksi sosial ?budaya yang luas. Bahkan peran Sultan HB IX sebagai transformator nilai tandas Sultan HB X, Sardono punya analisa ? Jadi kalau kita melihat swargi Sri Sultan HB IX itu, kita tidak lagi melihat sebagai raja Jawa. Tetapi seorang yang mengokohkan kehadiran sebuah negara besar: Indonesia. Dan ini adalah transformasi kepemimpinan?. Lanjut Sultan Indonesia kini memiliki program-program yang tidak bisa lagi dengan referensi masa silam. Namun, para pendahulu telah meletakkan dasar-dasaranya. Pada zaman Sri Sultan HB I diperlukan dasar disiplin: ? Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh?. Orang Indonesia kala itu ucap Raja Kraton Yogyakarta membutuhkan disiplin. Disiplin adalah konsep integritas yang menguatkan ketatanegaraan dan bekal perlawanan terhadap penjajah. Lebih lanjut dalam kesempatan paparannya Sri Sultan HB X mengatakan bahwa peran raja-raja Surakarta ? Ngayogyakarta ini dari segi kebudayaan sangat besar, mengingat Jawa Tengah-DIY- Jawa Timur menjadi ajang pengaruh isme-isme Global yang datang pasang-surut silih-berganti. Terkait dengan saripati Budaya mataran Sri Sultan menambahkan bahwa jika merujuk makna ?kraton?? dari akar kata bahasa sansekerta ? kratu? artinya ? kebijaksanaan?. Maka budaya Mataraman yang dipancarakan dari keempat kraton yaitu Kasultanan Surakarta Hadiningrat, Mangkunegaran, Paku Alaman dan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat ini penuh nilai-nilai kearifan dan menjadi pusat keteladanan masyarakat. Saripatinya tandas Ngarso Dalem termuat dalam Serat Centhini, Srat Sastra Gendhing, Serat Wulangreh, dan Serat Wedhatama sebagai sumber uatama acuan untuk ajaran etika, estetika, dan filsafat Jawa. Sultan HB X dalam kesmepatan paparan tersebut mencontohkan pesan Sultan Agung dalam serat Sastra Gendhing kepada keturunannya dalam pupuh Sinom podo 3 yaitu : Marma sagung trah Mataram, kinen wignya tembung kawi. Pupuh itu menurut nya menyiratkan pesan, agar Trah Mataram secara arif harus memetik hikmah yang terkandung dalam bahasa Kawi yang banyak memuat ajaran-ajaran filsafat untuk membentuk jatidiri Manusia Jawa dalam menjalankan laku Utama . Jatidiri adalah satu kata kunci paham Jawa, karena dimengerti dalam rangka pengalaman individual-mistik. Jadi jatidiri juga memiliki aspek sosial politik kebangsaan. Jatidiri dalam aspek sosial politisnya ini tidak mungkin diraih dengan asketis individual. Jatidiri macam ini hanya dapat diraih dengan asketis soasal. ? Kultur Wedhama-Wulangreh yang mengajarkan ?wirya-arta-winasis?, dan kepribadian kepada rakyat semestinya perlu direkonstruksi kembali dan diperbaharui kemasannya, agar mudah dipahamai masayarakat awam. Kemudian diletakkan pada asas kebersamaan membangun masyarakat untuk ?anggayuh gesang rahayu? sehingga seluruh rakyat memiliki kehormatan,berjiwa patriot,makmur dan berpendidikan. Dengan demikian Wedhatama-Wulangreh bukan semata-mata mengajarkan tapa-brata dan keprihatinan terus menerus.? Menyinggung ?Tahta untuk rakyat? Sultan mengatakan bukankah pesan Sri Sultan Hamengu Buwono IX mengatakan ? Tahta untuk Rakyat? jelas telah membuktikan :laku tapa-ngame ?itu . Menyangkut Renaisans Jawa Sultan HB X menjelaskan bahwa dalam sejarah Mataram mencatat Sultan Agung (1613-1645) sebagai gung binathara terbesar, Pada masanyalah kita menyaksikan puncak kejayaan Mataram yang terlihat dalam perform politik, luas wilayah dan besarnya kekuasaan. Kemampuannya mempertahankan kemerdekaan dan hubungan dengan berbagai kerajaan di luar Jawa, pengembagan kebudayaan Jawa dengan memadukan dengan kebuadayaan dari luar, penulisan Babad Tanah Djawi, pembangunan makam di bukit Imogiri, dan bahasa Jawa Krama-ngoko, telah membuktikan kebesarannya. Renainsans Jawa pada jaman kapujanggan merupakan titik wal Jawa memperoleh ? kedaulatan spiritual? ketika digalinya naskah-naskah lama yang berisi ajaran etika, dengan menggubah dan merevitalisasi isi dan bahasanya disesuaikan dengan zaman. Diterbitkannya berbagai karya sastra yang mengajarkan etika seperti: Serat Wulang Reh, Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Putri krya Sri Paku Buwono IV (1768- 1820). Demikian juga Serat Wedhatama karya Sri Manghkunegara IV (1853-1881) dan Serat Wulang Putra karta Nyi Adisara Pujangga Wanita masa Sri Paku Buwono IX (1861-1892). Isi ajarannya berumber pada etika dan filsafat Jawa beserta larangan-larangannya dengan mengacu pada ajaran leluhur dinasti Mataram. Panembahan Senopati dan Sultan Agung urai Sultan dengan premis dasar : dunia ideal adalah dunia harmoni lahir dan batin. Disamping kita dapat mentauladani pendahalu tersebut kita bisa mentauladani kepemimpianan Sang patih Gadjah Mada, yang menjalankan amanah Rakyaat dan menunaikan misi Tribhuana Tungga Dewi dan Hayam Wuruk, berpedoman antara lain pada ajaran Panca Titi Darmaning Prabhu dan asta-Dasa Kottamaning Prabhu. Sudah menjadi keniscayaan tandas Sultan bahwa kebudayaan menjadi arus utama gerakan renaisans. Riset Global oleh Harvard Academy for International and Area Studies tahun 1990 an, menguatakan pendapat bahwa ? Budaya menentukan kemajuan dari pada setiap masyarakat, negara dan bangsa di seluruh dunia, baik ditinjau dari sisi politik, maupun ekonomi?. Budaya adalah strategi bertahan hidup ( surviving) untuk menang (winning) dan itulah takaran dasar penilaian tinggi rendahnya suatu budaya. Penanda zaman renaisans adalah kebangkitan sastra dan ilmu pengetahuan yang dikembangkan menjadi tekhnologi, untuk kemudian diaplikasikan pada indsutri yang pada akhirnya menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Mengakhiri paparannya Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan untuk mewujudkan renaisans Budaya Matarman, perlu didukung oleh pemetaan Nilai Budaya. Kekayaan Budaya dan Keberagaman Budaya, Kerjasama Pengelolaan, dimana Bakorwil dapat menjadi satu aktor penggeraknya. Dr.Purwadi.M Hum Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Yogyakarta (UNY) dalam menyampaikan matrinya yang berdjudul Menggali Nilai Luhuir Jatidiri Budaya Mataraman yang intisarinya antara lain : Pancaran wibawa budaya Mataraman yang cenderung bersifat cultural magic itu, karena banyak elit kerajaan yang selalu membangun citra diri sebagai dewa raja atau narendra gung binathara mbaundendha nyakrawati raja Jawa seolah-olah penguasa besar laksana dewata kahyangan yang mengendalikan hukum alam raya. Namun kekuasaann yang tampak absolut tersebut diimbangi pula dengn konsep keramahan dan kemurahan ambeg adil paramarta, bersikap adil serta murah hati dan memayuhayuning bawana, membuat keselamatan dunia adalah tugas utama seorang raja. Sementara menyangkut Keteladanan dan keutamaan yang dihasilkan lebih lanjut Dr.Purwadi.M.Hum menyatakan bahwa para budayawan Jawa kiranya masih relevan untuk membina nilai kebangsaan dan kejuangan dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita. Sedangkan Budayawan yang mantan pimpinan kantopr Berita Antara, mantan Kepala Stasiun RRI yang juga berasal dari Kota Madiun Parni Hadi yang juga sebagai narasumber Sarasehan dengan mengangkat tema ?Rindu Pemimpin Kenabian ( Prophetic Leader) mengungkapkan bahwa bangsa Indonesia telah melahirkan sejumlah putra-putri terbaiknya yang memiliki sifat pemimpin yang patut diteladani dan dapat dijadikan rujukan. Satu diantara tokoh rujukan itu adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX,serorang raja dan pejuang. Sebagai raja yang berdaulat, atas keasadaran dan cintanya kepada Republik Indonesia, Beliau dengan suka rela memberikan wilayah kerajaan Yogyakarta menjadi bahagoiaan dari NKRI yang diproklamirkan 17 Agustus 1945. Sehingga Sarasehan Seni Budaya Mataraman di Madiun dianggap sangat tepat oleh Parni hadi mengingat pada bulan November ini bertepatan dengan hari Pahlawan dan di kota Madiun, Jawa Timur yang banyak menyimpan rekam jejak sejarah negeri ini. Madiun dan sekitarnya termasuk wilayah kerajaan Mataram dan sampai sekarang masih melestarikan budaya Mataraman. Juga tepat waktu karena sekarang sedang berlangsung untuk merevitalisasi budaya Jawa yang hasilnya dapat dikembangkan untuk mendukung Revolusi Mental. Adapun setelah disampaikan pemaparan baik oleh pembicara utama Sri Sultan Hamengku Buwono X dan narasumber lainnya dengan Moderatur Mudji Rahrdja dari universits Madiun disepakati untuk dibentuk suatu Paguyuban untuk menyelenggarakan pertemuan secara pereodik terkait dengan penyelenggaraan Sarasehan Seni Budaya Mataraman se eks Karesidenan Madiun bersma Pemerintah DIY dan Sri Sultan HB X pun bersedia menjadi Pengarah dan pembinanya. Mengakhiri Rakor dan Sarasehan Seni Budaya Mataram se Bakorwil eks karesidenan Madiun ditandai dengan penyerahan cinderamata oleh kepala Bakorwil Madiun kepada Sri Sultan HB X serta kepada nara sumber lainnya. (Kar/Skm) Rencana Aksi Yogyakarta untuk Keberlanjutan Air GlobalPeserta konferensi internasional ekohidrologi menyadari bahwa lingkungan air secara global telah memburuk dan telah mengalami penurunan yang signifikan dari keanekaragaman hayati di seluruh dunia, yang berdampak sangat kuat pada ekosistem dunia. Hal tersebut memberikan bukti bahwa pendekatan konvensional untuk pengelolaan sumber daya air (berdasarkan semata-mata pada penerapan teknik rekayasa, intervensi sektoral, dan pengabaian ancaman langsung seperti pada penanganan limbah pada sumbernya) sudah tidak memadai lagi untuk melawan gelombang krisis air. Ekohidrologi bertujuan untuk mencari solusi secara eksklusif pada masalah teknis, baik untuk mendukung kebijakan sumber daya air yang berkelanjutan dan meningkatkan pembangunan sosial dengan partisipasi para pihak di semua tingkatan melalui keberhasilan pengelolaan sumber daya air terpadu. Peserta menekankan bahwa pengelolaan berkelanjutan harus menjadi bagian integral dari pengelolaan sember daya air secara terpadu (IWRM : Integrated Water Resources management), dan harus menjawab pertanyaan-pertanyaan penting tentang pemberantasan kemiskinan, meningkatkan ketahanan pangan, mempromosikan energi berkelanjutan, pengelolaan air dan sumber daya lingkungan, mengendalikan penyakit, mitigasi bencana alam yang disebabkan oleh manusia serta mendorong kota-kota dalam mengembangkan solusi berkelanjutan dalam menghadapi tantangan global yang didasarkan pada pendekatan transdisipliner yang berkaitan erat dengan budaya dan kesejahteraan manusia. Tantangan/ Permasalahan Tantangan global yang belum terpecahkan merupakan agenda yang penting bagi semua negara, termasuk negara berkembang, menengah, maupun negara-negara maju, melalui kerjasama trans-disiplin yang inklusif. Selain tantangan yang sangat kompleks dengan interkoneksi yang kuat, tugas untuk mengatasi tantangan-tantangan di atas adalah tidak mudah. Oleh sebab itu, ilmu ekohidrologi harus memainkan peran utama dalam membantu memahami kompleksitas dan memprediksi karakter multidimensi demi keberhasilan pembangunan berkelanjutan.
Rencana Aksi 1. Memadukan kebutuhan data dan kekurangan pengetahuan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan sistem lingkungan air yang kritis dan bagaimana ekohidrologi dan ekobioteknologi bisa memberikan solusi dengan biaya rendah dan pilihan yang ramah lingkungan untuk pengelolaan air yang berkelanjutan. 2. Memadukan praktik-praktik terbaik dalam melaksanakan konsep ekohidrologi secara sistemik mulai dari hulu hingga ke wilayah pesisir dan belajar dari kesalahan masa lalu, dan membawa inovasi baru 3. UNESCO diminta untuk mempromosikan pendekatan terpadu melalui pusat-pusat yang ada maupun yang baru dibentuk di bawah UNESCO. 4. Memperkuat peran Pusat Ekohidrologi Asia Pasific (APCE) UNESCO dalam kapasitasnya sebagai pusat kegiatan ekohidrologi di asia dan wilayah Pasifik 5. Membangun program percontohan kerjasama berkelanjutan antara akademisi, pengambil kebijakan, dan masyarakat dengan memperhatikan warisan budaya, manusia, cagar biosfer dan situs air melalui kepemimpinan lokal. 6. Strategi perencanaan lanskap perlu mengintegrasikan ilmu pengetahuan, pemerintah, industri dan masyarakat melalui komunikasi kreatif menggunakan kekuatan budaya untuk pembangunan berkelanjutan 7. Merekomendasikan untuk membangun proyek percontohan ekohidrologi (perkotaan, pedesaan, dan pantai) dalam kerangka pengelolaan air secara terpadu (IWRM) dengan menggunakan jaringan yang sudah ada seperti UNESCO IHP, MAB dan MOST. Situs percontohan pengelolaan air keberlanjutan harus kondusif untuk penelitian ilmiah, termasuk database dan studi kasus. Hasil studi tersebut harus disosialisasikan di antara pemangku kepentingan sebagai informasi dan pertimbangan bagi para pengambil keputusan. 8. Aliansi pembelajaran antara situs percontohan (mulai dari atas ke bagian bawah pada daerah tangkapan air) dan perguruan tinggi/lembaga penelitian harus terus dibina untuk meningkatkan kolaborasi bagi para peneliti, dosen, mahasiswa dan praktisi. 9. Mencari dan mempromosikan pendekatan partisipatif untuk mengatasi tantangan lingkungan air secara global dengan mendokumentasikan permasalahan yang rasional tentang masa depan yang positif dan berorientasi pada pemecahan masalah, serta difokuskan pada transformasi sosial dan budaya. 10. Pendekatan pengelolaan lingkungan air yang berkelanjutan harus lebih memperhatikan konsekuensi yang mungkin timbul dari perubahan global termasuk demografi, perubahan iklim, perubahan penggunaan lahan, perubahan pola konsumsi dan kemajuan teknologi. 11. APCE, UNESCO, dan pemangku kepentingan lokal akan menerapkan Inisiatif Air Yogyakarta (Yogyakarta Water Initiative) untuk daerah perkotaan dan pedesaan demi kelangsungan masa depan baik secara sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan. Sumber : Dr. Ignasius Dwi Atmana Sutapa, M.Sc, Sekretaris Eksekutif APCE-UNESCO, Ketua Panita ICE 2014, Yogyakarta. |
- Sri Sultan Hadiri Malam Kesenian, Rakor dan Sarasehan Seni Budaya Mataraman di Madiun
- Kepala Dislautkan: Anak-Anak Harus Dibiasakan Makan Ikan
- Senam Masal Dalam Rangka Peringatan Hari Ibu ke-86
- Wagub DIY: Gagasan Digitalisasi Arsip Sejarah Harus Kita Dukung
- Wakil Gubernur DIY Hadiri Kenduri Budaya REKOMPAK