Gubernur DIY Membuka Acara Kustomfest Dengan Menaiki ?Kebo Bule?
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X membuka acara Kustomfest pada Sabtu (08/10) di Jogja Expo Center (JEC). Festival Kustom Kulture Indonesia ini diselenggarakan pada tanggal 8 dan 9 Oktober 2016.
Kustomfest merupakan event yang memadukan antara art dan engineering, dimana semua penggemarnya datang dari seluruh Indonesia bahkan mancanegara. Di tahun kelima ini Kustomfest mengambil tema ?Reborn Legend? (legenda yang terlahir kembali). ?Tema ini memuat pesan bahwa untuk mendapat pengakuan atas diri dan karyanya seseorang harus berproses sehingga melahirkan karya baru secara konsisten.? Ujar Lulut Wahyudi, Director Kustomfest.
Dalam sambutannya, Gubernur DIY sangat mengapresiasi kegiatan ini. ?Jogja punya banyak legenda dan juga produk kreativitas. Di Kustomfest ini saya melihat jadi tempat yang paling tepat sebagai tempat anak muda dengan kebersamaan, kreatif, kerja keras, menatap masa dengan dengan kreativitas. Kreativitas lokal seperti ini harus menjadi leading sector menuju dunia global? dengan melanjutkan semangat legenda dalam tantangan jaman sekarang. Kustomfest akan menjadi motor penggerak perubahan di Indonesia,? ujar Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Setelah memberikan sambutannya, Gubernur DIY membuka acara dengan menaiki ?Kebo Bule?, yaitu American Traditional Old School Chopper motif Cirebon yang menjadi Kustom Bike Lucky Draw karya Retro Classic Cycles. Sebagai apresiasi kepada pengunjung Kustomfest 2016,? lucky draw berjuluk ?Kebo Bule? ini akan diundi kepada yang beruntung telah mengapresiasi karya-karya anak bangsa. (fy)
PAWAI BUDAYA JOGJA ISTIMEWA 2016 ?Wayang Jogja Night Carnival?Memperingati Hari Ulang Tahun Kota Yogyakarta ke ? 260, Pemerintah Kota Yogyakarta menggelar Pawai Budaya Jogja yang bertemakan ?Wayang Jogja Night Carnaval?, Jumat (7/10). Pawai tersebut akan mengambil rute dari Jalan Jenderal Soedirman ? Tugu Jogja ? dan berakhir di Jalan Margo Utomo atau Jalan Mangkubumi. Pawai kali ini melibatkan kurang lebih 1200 peserta yang terdiri dari 14 Kecamatan, untuk turun ke jalan melakukan pertunjukan seni. Kecamatan yang mengikuti pawai antara lain adalah Kec. Mergangsan, Kec. Gedongtengen, Kec. Kotagede, Kec. Pakualaman, Kec. Ngampilan, Kec. Umbulharjo, Kec. Danurejan, Kec. Tegal Rejo, Kec. Mantrijeron, Kec. Gondokusuman, Kec. Kraton, Kec. Jetis, Kec. Wirobrajan, dan Kec. Gondomanan. Acara ini berlangsung dari pukul 18.30 WIB dan di mulai dengan sambutan dari Walikota Yogyakarta Drs. H. Haryadi Suyuti. Sri Sultan HB X selaku Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, berkesempatan untuk membuka secara langsung acara tersebut. Dalam sambutannya, Walikota Yogyakarta mengatakan pemilihan tema tersebut berangkat dari momentum bahwa Hari Ulang Tahun ke ? 260 Kota Yogyakarta adalah hajat seluruh warga masyarakat kota Yogyakarta, sehingga peran masyarakat harus senantiasa terwadahi dan muncul dari berbagai bentuk potensi yang berbasis kewilyahan. Tema ini dilandasi oleh filosofi, bahwa wayang adalah narasi yang mengisi kehidupan semesta. Melalui event ini diharapkan dapat membuat Jogja menjadi lebih baik membangun kehidupan dalam keselarasan yang bertujuan untuk kemakmuran bersama. Gubernur DIY dalam sambutannya menyampaikan ?Wayang Jogja Night Carnival merupakan ajang interaksi antar budaya tradisional, khususnya wayang dengan media modern karnaval dalam bentuk street art. Dengan melibatkan para seniman yang menampilkan beberapa tokoh pewayangan dalam ragam gaya. Karnaval ini diharapkan dapat menjadi hiburan spektakuler sekaligus mengokohkan Yogyakarta kota berbudaya dan berperadaban penuh toleransi?. Maka di adakannya Pawai Budaya Jogja dengan semangat Segoro Amarto Semangat Gotong Royong dapat mewujudkan satu tujuan Yogyakarta berhati nyaman, sekaligus mengeratkan hubungan antara masyarakat, pemerintah maupun ?swasta.(ajn) Pentingnya Pelestarian Karya Budaya BangsaKomisi X DPR RI berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka Penyususunan Draft Rancangan Undang-Undang Perubahan Atas UU No.4 Tahun 1990. Acara yang digelar di Grhatama Pustaka pada (07/10) pukul 10.00 WIB, membahas tentang tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Karya cetak dan karya rekam pada dasarnya merupakan salah satu hasil karya budaya bangsa sebagai perwujudan cipta, ras, dan karsa manusia. Peranannya sangat penting dalam menunjang pembangunan pada umumnya, khususnya pembangunan pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penyebaran informasi. Sambutan tertulis Gubernur DIY yang dibacakan Dra. Kristiana Swasti selaku Asisten Administrasi Umum Pemda DIY, ?Menyampaikan apresiasi tinggi kepada DPR RI atas kunjungannya ke DIY. Mengingat bahwa ilmu pengetahuan berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan tersebut terlihat dari literatur pemerintah?. Lebih lanjut dijelaskan, Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa yang menghasilkan karya budaya. Hal tersebut merupakan potensi dan kekayaan nasional yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Kekayaan intelektual Indonesia yang terwujud dalm bentuk karya cetak dan karya rekam harus dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan oleh generasi berikutnya. Seperti yang disampaikan oleh Drs. Abdul Fikri Faqih, MM selaku Ketua Tim Komisi X DPR RI, ?Banyak karya anak bangsa yang tidak jelas dokumentasinya, apalagi penghargaannya. Sehingga bisa ditiru oleh bangsa lain. Berangkat dari hal ini, UU NO.4 1990 dipertanyakan?. ?Kami banyak berharap dari Yogyakarta, karena Yogyakarta meraih banyak penghargaan se-Indonesia di Perpustakaan Nasional?, tambahnya. Acara dilanjutkan dengan sesi dialog yang dipimpin oleh Budi Wibowo, SH, MM selaku kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY. Turut hadir jajaran Komisi X DPR RI, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan institusi pendidikan di DIY. (rzm) Kampanye Citra Positif Indonesia Jadi Misi Kunjungan ALFSGubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyambut kedatangan The Asia Pasific Ladies Friendship Society (ALFS) dengan jamuan makan malam pada Kamis (06/10) malam di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kunjungan yang betemakan ?Indonesia-Japan Friendly Tour? diselenggarakan pada tanggal 3-8 Oktober 2016 di Jakarta dan Yogyakarta. The Asia Pasific Ladies Friendship Sociaty (ALFS) merupakan organisasi persahabatan? wanita international berbasis di Tokyo. Anggota ALFS diantaranya merupakan istri-istri Duta Besar di Tokyo dari 26 negara yang ada di Tokyo. Kunjungan yang diikuti 28 anggota ALFS ini dipimpin langsung oleh Mme. Haruko Komura selaku Presiden ALFS dan merupakan istri Wakil Ketua Liberal Democracy Party (LDP), Masahiko Komura. Turut hadir pula Mme. Mariko Nakasone, Istri mantan PM Jepang Hirofumi Nakasone yang bertindak sebagai Wakil Presiden ALFS dan Ibu Dewi L. Ihza Mahendra, Istri Duta Besar RI untuk Jepang. Dalam sambutannya, Mme. Haruko mengatakan bahwa selama di Yogyakarta, rombongannya mengunjungi Gunung Merapi dan lokasi kerajinan batik. Menurutnya eksotisme Gunung Merapi tidak kalah indah dari Gunung Fuji yang ada di Jepang. ?Itu menjadi sentral kebudayaan Jawa yang cukup dinamis dan sederhana dengan tradisi cukup banyak, sehingga ini menjadi kehormatan bagi kami dapat mengunjungi kota secantik Yogyakarta?, ungkapnya. Kunjungan ini bertujuan untuk memperkenalkan budaya dan daerah wisata Indonesia kepada para anggota ALFS dan sebagai salah satu sarana penguatan people to people contact. Kunjungan wisata budaya ini sekaligus menjadi kampanye positif menanggapi berbagai isu ekstrimisme dan masalah keamanan yang merugikan citra Indonesia. Gubernur DIY menyambut baik kunjungan ALFS di Yogyakarta. Dengan adanya kunjungan ke lokasi kerajinan batik, Sultan mengharapkan hal ini dapat menjadi media promosi akan digelarnya Jogja International Batik Biennale 2016 pada 12-16 oktober 2016, dimana Jepang juga turut berpartisipasi. Festival ini sebagai ajang selebrasi pengembangan predikat Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia oleh? World Craft Council tahun 2014. ?Mengingat ibu rumah tangga di Jepang memegang peran sentral dalam keluarga. Diharapkan pula akan membangun persepsi Yogyakarta sebagai kota budaya dan peka toleransi, dimana lingkungan sosial keagamaannya penuh toleransi sehingga tercipta suasana aman dan nyaman bagi wisatawan mancanegara?, tambah Gubernur DIY. Sebelum ke Yogyakarta, ALFS telah mengunjungi panti asuhan dan LSM yang bergerak di bidang pendidikan anak jalanan di Jakarta. (fy) Kraton Ngayogyakarta dan Pura Pakualaman Mengungkap Kisah Batik JogjaPaguyuban Masyarakat Kampung Wisata Budaya Langenastran menggelar acara Bincang Batik pada Rabu (05/10) siang sebagai salah satu rangkaian acara dalam rangka peringatan Hari Batik Nasional. Acara yang diselenggarakan di Avocado Media Corner ini dihadiri oleh GBRAy A Paku Alam X, GBRAy Murdo Kusumo, Edy Purjanto (Perwakilan Kadin DIY), para awak media, dan masyarakat Langenastran. Batik Jogja tidak bisa dilepaskan dari eksistensi Kraton Ngayogyakarta dan Pura Pakulaman sebagai dua elemen penting di mana berbagai karya batik banyak dilahirkan. Keberadaan batik Jogja menjadi hal yang menarik untuk dikaji dan diperbincangkan, baik dari sisi sejarah, filosofi, maupun perkembangannya. Perbincangan yang dipandu oleh AM Putut Prabantoro mengajak para audiens untuk mengetahui kisah-kisah di balik perjalanan batik dari ketiga narasumber. GBRAy A Paku Alam X menuturkan bahwa beliau kini telah mengaktifkan kembali Bangsal Batikan di Pura Pakualaman. Berbagai naskah tentang batik yang telah ditulis sejak masa-masa awal Pura Pakualaman berdiri pun sudah dibedah dan diinterpretasikan ke dalam karya-karya batik. ?Kami juga memberi kesempatan kepada masyarakat yang ingin belajar membatik. Silakan kunjungi Pura Pakulaman yang dibuka setiap Senin-Sabtu pukul 09.00-16.00 WIB?, GBRAy A Paku Alam X menjelaskan. Sementara itu, GBRAy Murdo Kusumo bercerita tentang bagaimana kecintaanya pada batik sudah dimulai sejak belia saat sering ?mengganggu? abdi dalem yang sedang membatik. Pada saat menikah, Sri Sultan HB IX sebagai ayahanda juga mewariskan kepadanya beberapa lembar batik. Kain-kain tersebut merupakan kain batik bersejarah. Beberapa kali GBRAy Murdo Kusumo menunjukkan koleksi langkanya tersebut kepada tamu-tamu dari berbagai negara yang melakukan kunjungan ke Kraton Ngayogyakarta. Pernah suatu ketika salah satu koleksi tersebut hilang dan ternyata sudah di tangan penadah. Beliau pun berupaya keras hingga akhirnya kain tersebut kembali padanya. ? Kedua tokoh juga menceritakan beberapa filosofi dibalik berbagai motif klasik yang ada di Kraton Ngayogyakarta dan Pura Pakualaman. Edy Purjanto kemudian menambahkan tentang penghargaan yang pernah disematkan oleh World Craft Council (WCC) dua tahun silam yang menjadikan Jogja sebagai Kota Batik Dunia. Berkaitan dengan penghargaan tersebut, tahun ini akan digelar Jogja International Batik Biennale (JIBB). (alh) |